Jumat 11 Dec 2020 08:44 WIB

Pilihan HRS: Penuhi Panggilan Lalu Ditahan atau Ditangkap

Polda Metro Jaya menetapkan HRS sebagai tersangka dan akan melakukan upaya paksa.

Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab menyapa massa saat tiba di kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa (10/11). Habib Rizieq Shihab sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan massa oleh Polda Metro Jaya. (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab menyapa massa saat tiba di kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa (10/11). Habib Rizieq Shihab sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan massa oleh Polda Metro Jaya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Rizky Suryarandika, Febryan. A

Polda Metro Jaya akhirnya menetapkan Habib Rizieq Shihab (HRS) bersama lima orang lainnya sebagai tersangka kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Polisi juga akan melakukan upaya paksa kepada enam tersangka tersebut.

Baca Juga

"Keenam tersangka ini Polri dalam hal ini akan menggunakan kewenangan upaya paksa, yang dimiliki oleh Polri, sesuai aturan perundang-undangan. Dengan pemanggilan atau dilakukan dengan penangkapan itu upaya paksa," tegas Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (10/12).

Menurut Yusri penetapan enam tersangka ini dilakukan setelah pada Selasa (8/12) dilakukan gelar perkara kasus kerumunan massa di acara akad nikah putri HRS. Keenam tersangka tersebut adalah HRS sebagai penyelenggara. Kedua ketua panitia dengan inisial HU (Haris Ubaidilah), ketiga sekretaris panitia inisial AA (Alwi Alatas), keempat inisial MS (Maman Suryadi) sebagai penanggung jawab di bidang keamanan, kelima inisial SL (Sabri Lubis) sebagai penanggung jawab acaranya, dan terakhir I (Idrus), sebagai kepala seksi acara.

"Enam orang kita tingkatkan dari saksi menjadi tersangka, ini mungkin yang bisa saya sampaikan teman-teman nanti kita masih menunggu yang lain," kata Yusri.

Selaku penyelenggara acara, HRS dikenakan Pasal 160 dan 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk lima tersangka lainnya dikenakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"HRS saja (yang dikenakan pasa 160 dan 216 KUHP)," jelas Yusri saat dikonfirmasi, Kamis (10/12).

Setelah menetapkan HRS dan lima orang lainnya sebagai tersangka kerumunan massa, polisi akan melakukan tindakan tegas dengan melakukan penangkapan. Sebelumnya, HRS sempat dua kali mangkir dari pemanggilan sebagai saksi terkait kasus kerumunan massa tersebut.

"Penyidik Polda Metro Jaya akan melakukan penangkapan, saya ulangi terhadap para tersangka penyidik Polda Metro Jaya akan melakukan penangkapan," tegas  Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Fadil Imran, Kamis (10/12).

Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Argo Yuwono menambahkan, polisi juga telah mengirimkan surat pencegahan bepergian ke luar negeri selama 20 hari. Menurut Argo, penetapan tersangka dan pencekalan itu berkaitan dengan perkara tindak pidana di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum dan ini juga masalah kekarantinaan.

"Penyidik juga membuat surat pencekalan yang pertama kepada MRS, kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham dalam waktu 20 hari," kata Argo.

In Picture: Massa Sambut Habib Rizieq Shihab Tiba di Petamburan

photo
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab menyapa massa saat tiba di kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa (10/11). Habib Rizieq Shihab kembali ke tanah air setelah berada di Arab Saudi selama tiga setengah tahun. Republika/Putra M. akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Respons FPI

Front Pembela Islam (FPI) melakukan pendalaman usai HRS bersama lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat. Wakil Sekretaris Umum sekaligus pengacara FPI Aziz Yanuar menyiratkan tengah mempertimbangkan langkah hukum yang bisa diambil untuk menyikapi penetapan status tersangka pada HRS dan lima orang lainnya.

"Kami dari tim kuasa hukum masih akan membahas hal ini juga dengan para tersangka termasuk Imam Besar HRS dengan berbagai upaya yang memungkinkan sebagaimana ketentuan KUHAP," kata Aziz pada Republika, Kamis (10/12).

Aziz menyampaikan, HRS tak begitu berlebihan menyikapi penetapan status tersangka. Ia menyebut HRS merespons status tersebut dengan santai.

"Atas penetapan status tersangka ini, Imam Besar HRS tetap tenang, beliau pejuang siap dengan segala resiko," ujar Aziz.

Di sisi lain, Aziz belum mendengar bahwa kepolisian siap mengambil upaya paksa kepada enam tersangka tersebut. Kepolisian sempat menyatakan akan menangkap para tersangka jika menghiraukan pemanggilan.

"Saya belum dengar hal itu (rencana penangkapan)," sebut Aziz.

Pada Kamis sore tidak terlihat ada laskar FPI yang berjaga di kawasan kediaman HRS di Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat. Pantauan Republika pukul 17.00 WIB, tampak gerbang masuk Jalan Petamburan III tanpa penjagaan laskar.

Kondisi kemarin sangat kontras dengan kondisi tiga hari sebelumnya di mana puluhan laskar menjaga gang masuk tersebut. Ketika polisi melayangkan surat pemanggilan pertama dan kedua untuk HRS beberapa waktu lalu, gang masuk jalan tersebut juga dijaga rapat oleh laskar. Bahkan mereka memblokade jalan tersebut. Mereka menolak kedatangan para penyidik Polda Metro Jaya ketika itu.

"Dari tadi emang sepi. Enggak ada yang pakai seragam putih," kata seorang pedagang buah potong yang mangkal tepat di gang masuk jalan itu sejak pukul 15.00 WIB.

Upaya penahanan

Sebelumnya, pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar menyoroti penggunaan pasal 160 KUHP terkait penghasutan yang dikaitkan dengan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan terhadap pimpinan FPI, HRS dalam perkara pernikahan putrinya. Fickar menilai, penggunaan Pasal 160 bisa jadi sebagai langkah untuk melakukan penahanan terhadap HRS.

Pasal 160 KUHP ini, lanjut Fickar, ancaman hukumannya 6 tahun penjara. Dengan demikian Fickar mengatakan, pasal ini memungkinkan untuk dilakukan upaya paksa penahanan terhadap Rizieq. Sementara, pasal 93 UU Karantina Kesehatan itu cuma 1 tahun ancamannya dan tidak bisa digunakan sebagai dasar penahanan.

"Jadi sangat mungkin penggunaan pasal 160 KUHP ini digunakan untuk melakukan upaya paksa penahanan. Meskipun belum terbukti akibat dari perbuatan yg ditafsirkan sebagai "penghasutan" itu telah terjadi," kata  Abdul Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (3/11).

Ia menjelaskan, Pasal 160 KUHP masuk dalam BAB V Kejahatan terhadap Ketertiban Umum. Pasal itu berbunyi "Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda maksimal Rp 4.500,-."

Menurut Fickar, pasal 160 KUHP baru bisa digunakan jika memenuhi empat syarat. Syarat tersebut yakni ada perbuatan menghasut, dilakukan dengan sengaja, dilakukan di depan umum, kemudian orang yang dihasut melakukan perbuatan yang melawan hukum.

Kemudian, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 7/PUU-VII/2009 telah mengubah rumusan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materil.

"Artinya, pelaku penghasutan baru bisa dipidana bila timbulnya akibat yang dilarang seperti kerusuhan atau perbuatan anarki lainnya atau akibat terlarang lainnya," ujar dia.

 

photo
Infografis Habib Rizieq kembali ke Jakarta - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement