Selasa 15 Dec 2020 10:08 WIB

Tekanan Ekonomi, OJK: Aset Pembiayaan Kontraksi 6,2 Persen

Tekanan pandemi Covid-19 menyebabkan aset lembaga pembiayaan tergerus.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan jumlah aset lembaga pembiayaan terkontraksi atau minus 6,2 persen per Oktober 2020. Hal ini disebabkan tekanan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Foto: dok. Republika
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan jumlah aset lembaga pembiayaan terkontraksi atau minus 6,2 persen per Oktober 2020. Hal ini disebabkan tekanan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan jumlah aset lembaga pembiayaan terkontraksi atau minus 6,2 persen per Oktober 2020. Hal ini disebabkan tekanan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Berdasarkan data statistik OJK, jumlah aset lembaga pembiayaan senilai Rp 581,76 triliun per Oktober 2020. Angka ini menurun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya senilai Rp 620,63 triliun.

Baca Juga

“Penurunan karena kontraksi cukup berat akibat dampak Covid-19,” ujar Deputi Komisioner Bidang IKNB OJK Muhammad Ichsanuddin kepada wartawan, Selasa (15/12).

Selain itu, jumlah aset juga terlihat turun jika dibandingkan dengan posisi September 2020 sebesar Rp 588,13 triliun. Jika dirinci, jumlah aset lembaga pembiayaan per Oktober 2020 terdiri dari perusahaan pembiayaan sebesar Rp 467,82 triliun, modal ventura Rp 18,97 triliun, dan PP infrastruktur Rp 94,96 triliun.

Namun, aset sektor nonbank lainnya, yaitu asuransi justru naik sebesar 2,5 persen per Oktober 2020. Tercatat, aset asuransi pada Oktober 2020 sebesar Rp 1.380 triliun dan Oktober 2019 sebesar Rp 1.346 triliun.

Adapun jumlah aset asuransi pada Oktober 2020 terdiri dari asuransi jiwa sebesar Rp 552,29 triliun, asuransi umum Rp 171,92 triliun, reasuransi Rp 28,64 triliun, asuransi wajib Rp 129,58 triliun, dan asuransi sosial (BPJS Kesehatan) Rp 497,63 triliun. Kemudian dana pensiun (dapen) per Oktober 2020 sebesar Rp 300,95 triliun, naik dari Oktober 2019 sebesar Rp 291,13 triliun.

“Dapen yang namanya iuran sedangkan perusahaan pembiayaan harus benar-benar mencari bisnis yang sustainable," ucapnya.

Ke depan diharapkan situasi ekonomi tahun depan akan lebih baik. Maka demikian, seluruh sektor IKNB bisa meningkat sepanjang 2021.

"Kami berharap sektor riil juga bergerak karena dampak covid-19 juga berlanjut ke penyaluran pembiayaan, asuransi, reasuransi, perusahaan penjaminan. Tahun depan semoga lebih baik," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement