Senin 21 Dec 2020 17:57 WIB

Total 20 Ribu Kematian Covid dan RS yang Semakin Kesulitan

Persi menyebut RS semakin kesulitan sediakan ruangan khusus untuk pasien Covid.

Petugas medis beraktivitas di area Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet di Jakarta, Jumat (18/12). Menurut Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, mengungkapkan, keterisian tempat tidur rumah sakit di Jakarta hingga 14 Desember 2020 mencapai 73 persen, meningkat 13 persen dari akhir Oktober lalu akibat lonjakan kasus Covid-19 yang meningkat di Jakarta. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas medis beraktivitas di area Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet di Jakarta, Jumat (18/12). Menurut Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, mengungkapkan, keterisian tempat tidur rumah sakit di Jakarta hingga 14 Desember 2020 mencapai 73 persen, meningkat 13 persen dari akhir Oktober lalu akibat lonjakan kasus Covid-19 yang meningkat di Jakarta. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Ronggo Astungkoro, Rr Laeny Sulistyawati, Amri Amrullah, Antara

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan perkembangan penambahan kasus harian terkini, Senin (21/12). Dari laporan Satgas, jumlah kasus meninggal pada hari ini sebanyak 205 orang dan menjadikan total kasus kematian mencapai 20.085.

Baca Juga

Sedangkan kasus positif bertambah 6.848 dari 37.445 pemeriksaan spesimen terhadap 24.753 orang. Total kasus positif di Indonesia pun telah mencapai 671.778.

Dari penambahan kasus hari ini, Provinsi DKI Jakarta tercatat menyumbang tertinggi kasus baru yang mencapai 1.466 orang. Di posisi kedua ditempati oleh Jawa Tengah dengan 997 kasus baru. Kemudian diikuti Jawa Timur yang melaporkan 837 kasus baru, Jawa Barat dengan 716 kasus, dan Sulawesi Selatan dengan 559 kasus.

Satgas juga melaporkan kasus sembuh pada hari ini mencapai 5.073 dan menjadikan total kasus mencapai 546.884. Sebanyak 67.509 suspek di 510 kabupaten kota juga tercatat masih dalam pemantauan dan pengawasan Satgas.

Jumlah kematian harian sebanyak 205 orang pada hari ini menjadi kali kedua pada angka 200-an kematian setelah sebelumnya pada Ahad (20/12) dilaporkan ada sebanyak 221 meninggal akibat Covid-19. Setelah rata-rata kasus positif harian Covid-19 mencapai 7.000-an kasus, Indonesia kini sepertinya berada pada rata-rata 200-an kematian akibat Covid-19 setiap harinya.

Tambahan kasus, baik kasus positif maupun kematian sepertinya masih akan melaju jika merujuk pada banyaknya peristiwa-peristiwa yang memunculkan kerumunan ke belakang dan juga potensi ledakan kasus akibat libur panjang pada akhir tahun ini. Menurut Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Dewi Nur Aisyah, tiga kali masa libur panjang sebelumnya bahkan telah memicu efek domino lonjakan kasus kematian karena COVID-19.

"Pekan keempat setelah libur panjang (libur panjang di Oktober 2020) angka kematian juga terus naik. Ini juga yang harus kita waspadai kenapa akhirnya fatalitas (kematian) juga kita temukan bertambah dan kalau kita lihat angkanya, sebelumnya tidak ada yang 900 nih mungkin hanya 700-an, tapi tiba-tiba menempuh 900," kata Dewi dalam sebuah dialog, akhir pekan lalu.

Dewi menuturkan, setelah libur panjang Oktober 2020, pada pekan keempat setelahnya, angka kematian akibat Covid-19 dalam waktu satu pekan mencapai 900 orang. Kemudian, pada pekan setelahnya juga masih di angka 900.

"Kami pernah ingatkan juga masyarakat Indonesia, sebenarnya memang event awalnya mungkin libur panjang, tapi kan libur panjang itu bukan menjadi sebuah gara-gara ketika ada variabel lain yang bermain," ujar Dewi.

Variabel lain tersebut, katanya, antara lain peningkatan mobilitas, potensi kerumunan, kapasitas pelayanan kesehatan, dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan. Dewi menuturkan saat libur panjang, terjadi peningkatan mobilitas penduduk.

Ketika terjadi peningkatan mobilitas penduduk dan ketika terjadi mobilitas orang bergerak ke satu tempat yang sama dalam satu waktu dan satu ruang maka terjadi potensi kerumunan. Setelah terjadi potensi kerumunan, variabel selanjutnya terkait kepatuhan terhadap protokol 3M. Ada kondisi di mana 3M juga sulit diterapkan, terutama menjaga jarak ketika kerumunannya juga semakin banyak.

"Jadi ketidakpatuhan kepada 3M akan meningkatkan penularan yang terjadi di sebuah tempat, kan ada beberapa variabel nih. Kalau libur, tapi di rumah aja tidak kemana-mana, sebenarnya tidak ada masalah. Tapi ketika ada mobilitas, ada kerumunan. Ada ketidakpatuhan, maka muncul penularan," tutur Dewi.

Peningkatan penularan menyebabkan terjadi tambahan kasus yang signifikan, sementara kapasitas pelayanan kesehatan terbatas. Yang dikhawatirkan kemudian pun akhirnya terjadi, yakni kapasitas pelayanan termasuk ketersediaan tempat tidur untuk merawat pasien Covid-19 terus berkurang dan sumber daya manusia atau tenaga kesehatan menjadi kewalahan.

"Ketika berbicara tadi, jumlah kasusnya bertambah, kenapa akhirnya ada pengaruh juga kepada fatalitas? Fatalitasnya akan bergantung dari kapasitas pelayanan kesehatan dan yang kedua akan berpengaruh dari karakteristik orang tersebut juga pasien yang terinfeksi," ujar Dewi.

 

Semakin menipisnya kepasitas pelayanan kesehatan tergambar pada kondisi Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat, di mana saat ini tak lagi menerima pasien berstatus orang tanpa gejala (OTG) sejak Sabtu (19/12). Hal itu disebabkan kapasitas tempat perawatan untuk pasien bergejala sudah mencapai 75 persen dan itu pun sudah menggunakan tower yang semestinya digunakan untuk pasien OTG.

"Sudah dari Sabtu (tidak terima pasien OTG). Karena kita tower IV, VI, dan VII yang untuk bergejala itu sudah di atas 75 persen," jelas Komandan Lapangan RSD Wisma Atlet Kemayoran, Letkol Laut Muhammad Arifin, kepada Republika, Senin (21/12).

Dia menjelaskan, kondisi itu membuat pihaknya harus membuka tower lain untuk pasien bergejala yang membutuhkan perawatan. Tower V yang pada mulanya diperuntukkan bagi pasien OTG kini digunakan untuk merawat pasien Covid-19 dengan gejala.

"Sehingga konsekuensinya kan harus membuka tower untuk yang bergejala lagi karena naik terus. Ya tower V-lah dipakai untuk yang bergejala sekarang," kata dia.

Karena itu, RSD Wisma Atlet tidak lagi menerima pasien Covid-19 yang berstatus OTG. Pasien OTG dipersilakan untuk mencari tempat isolasi ke tempat-tempat lain yang memang sudah disiapkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat lainnya.

"Mereka sudah tahu. Puskesmas sudah saya share, di sini tidak menerima OTG ya sudah. (Bisa) ke tower VIII sana di Lademangan atau ke hotel-hotel yang sudah disediakan," kata dia.

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) pun mengakui setiap hari Rumah Sakit (RS), khususnya di wilayah Jakarta dan sekitarnya semakin kesulitan menyediakan kamar khusus penderita Covid-19. Sekretaris Jenderal Persi Lia G Partakusuma mengungkapkan, beberapa RS di Jawa Barat bahkan menggunakan fasilitas ICU untuk menampung sementara pasien Covid, yang sebenarnya hal itu tidak boleh dilakukan.

"Namun, kondisinya makin hari makin sulit mencari ruang dan tempat tidur di rumah sakit bagi penderita Covid. Karena itu kami mengimbau agar masyarakat tidak hanya bergantung ke tempat tidur RS terutama bagi penderita Covid dengan gejala ringan," kata Lia kepada wartawan, Ahad (20/12).

Menurutnya, seberapa pun banyaknya tempat tidur yang disediakan tetap tidak akan mampu menampung jika laju tambahan kasus positif Covid-19 seperti sekarang. Karena itu Persi, sebagai perhimpunan pengelola RS berharap agar masyarakat agar jangan terburu-buru ke RS bila covid tanpa gejala atau gejala ringan.

"Kita meminta kepada seluruh Pemda khususnya di wilayah DKI dan sekitarnya dan Jawa Barat menyiapkan tempat isolasi yang layak dulu. Sehingga penderita Covid tanpa gejala atau gejala ringan bisa isolasi diri untuk jaga diri dengan protokol kesehatan, tanpa harus ke RS," ujarnya.

Diakui dia, pihak RS memang selalu diminta untuk menambah kapasitas, cuma kemampuan RS juga ada batasnya. Karena menambah fasilitas tidak mudah, bukan hanya sarana, namun juga ketersediaan tenaga medis perlu dipikirkan.

"Kondisi terakhir, di Jakarta ada RS yang sudah mencapai 80 persen keterisian pasien Covidnya. Bahkan di Jawa Barat ada RS yg terpaksa menggunakan ruang ICU untuk pasien covid, padahal kan sebenarnya tidak boleh, tapi lagi-lagi karena darurat," imbuhnya.

Dengan adanya momentum liburan akhir tahun, ia mengakui pihak RS semakin khawatir. Apalagi sekarang masyarakat semakin kurang peduli dengan protokol kesehatan.

"Karena setiap ada perjalanan momen liburan, seminggu selanjutnya angka Covid pasti meningkat angka Covidnya," ujarnya.

photo
Ancaman Covid-19 (ilustrasi) - (republika)

Selain kapasitas pelayanan kesehatan yang berkurang, tenaga kesehatan (nakes) juga ikut menjadi korban. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mencatat, lonjakan kematian perawat kembali dirasakan selama sepekan terakhir (pekan lalu).

"Jumlah perawat yang meninggal ter-update 146 jiwa per Rabu (16/12)," ujar Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah saat dihubungi Republika, Rabu, pekan lalu.

Padahal, dia melanjutkan, dua pekan lalu belum ada tambahan tenaga kesehatan perawat yang gugur. Tetapi pihaknya mencatat selama sepekan terakhir  banyak perawat yang wafat.

Sebelumnya, Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga mencatat data tenaga medis yang wafat akibat Covid-19 total sebanyak 363 jiwa hingga per Selasa (15/12).

"Dari Maret hingga pertengahan Desember 2020 ini, terdapat total 363 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid, yang terdiri dari 202 dokter dan 15 dokter gigi, dan 146 perawat," kata Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (15/12).

photo
Tips bicara mengenai Covid-19 kepada anak. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement