Rabu 25 Aug 2021 05:59 WIB

Covid-19 Azab atau Musibah?

Azab dan musibah adalah dua hal berbeda bagi seorang mukmin

Azab dan musibah adalah dua hal berbeda bagi seorang mukmin termasuk terkait Covid-19. Ruang perawatan pasien Covid-19. (ilustrasi)
Foto: Anadolu Agency
Azab dan musibah adalah dua hal berbeda bagi seorang mukmin termasuk terkait Covid-19. Ruang perawatan pasien Covid-19. (ilustrasi)

Oleh : Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar

REPUBLIKA.CO.ID, — Kehadiran virus korona Covid19 nyaris melumpuhkan aktivitas rutin umat manusia di kolom langit ini. Negara-negara adidaya yang memiliki kecanggihan dunia kedokteran dan persenjataan superkuat sepertinya tidak berdaya menghadapi makhluk supermikro ini. Mereka belum tuntas menyelesaikan satu jenis virus, muncul lagi virus jenis baru. 

Akibatnya, anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat tersedot oleh penanggulangan Covid-19 ini. 

Baca Juga

Apa, siapa, dan untuk apa sebenarnya makhluk Covid-19 ini? Apakah Covid-19 azab atau musibah? Pertanyaan ini tidak cukup dijawab hanya satu disiplin ilmu. Apalagi, jika di tambahkan pertanyaan bagaimana dan dengan cara apa serta siapa yang paling bertanggung jawab untuk mengatasi berbagai dampak Covid-19 ini? 

Dalam perspektif Alquran dikenal dua istilah, yaitu azab dan musibah. Azab ialah siksaan yang ditimpakan kepada para pendosa dan pendurhaka yang melampaui batas dan biasanya ditimpakan kepada kaum kafir dan tidak ditimpakan kepada hamba Tuhan yang beriman, seperti banjir besar yang menenggelamkan umat Nabi Nuh, pandemi yang membinasakan umat Nabi Saleh, gempa dahsyat yang menelan umat Nabi Luth, serangan burung Ababil yang membawa virus membinasakan pasukan Abrahah. 

Kesemua bencana tersebut hanya menimpa orang-orang kafir yang durhaka dan tidak menimpa orangorang yang beriman, sungguhpun orang-orang beriman itu berada di tengah-tengah mereka. 

Sementara, musibah ialah ujian yang ditimpakan kepada hamba Tuhan, baik yang beriman maupun kafir, orang saleh maupun para pendosa, seperti dinyatakan dalam ayat: 

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ “Dan apa musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh per buatan tanganmu sendiri, dan Allah mengampuni sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS As Syura 30). Demikian pula dalam ayat: 

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ  (Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS Al Mulk 2).

Bagi umat Islam, khususnya kita dari kalangan Ahlussunah waljamaah, meyakini virus korona Covid-19 bukan azab, melainkan musibah dengan dasar dalil 'aqli dan naqli. 

Dalil 'aqlinya yang terinveksi virus ini bukan hanya orang-orang kafir dan atau pendosa, melainkan juga orang-orang beriman dan saleh. Siapa pun yang lengah dan tidak mengindahkan protokol kesehatan berpotensi terinfeksi. 

Dalil naqli-nya, antara lain, hadits Nabi yang menyatakan tiga doa yang diajukan Nabi Muhammad SAW untuk umatnya, pertama, agar umatnya tidak ditimpa azab seperti yang pernah ditimpakan kepada umat-umat terdahulu. 

Kedua, agar agama Islam terus berkembang hingga akhir zaman, dan ketiga, agar umatnya tidak berkonflik satu sama lain. Allah SWT mengabulkan doa-doa tersebut kecuali yang terakhir (HR Muslim & Turmudzi). Dari kenyataan tersebut, dapat ditegaskan bahwa pandemi Covid-19 adalah musibah, bukan azab. 

Fungsi azab dan musibah berbeda. Azab sebuah siksaan yang lebih tegas untuk menyiksa orang-orang kafir dan melampaui batas. Azab itu merupakan siksaan prolog di dunia dan akan berlanjut di akhirat. Sedangkan, fungsi musibah, sebagaimana disebutkan dalam hadits ialah sebagai pembela jaran dan pencucian dosa masa lampau.

Azab selalu berkonotasi negatif, sedangkan musibah tidak selamanya berkonotasi negatif. Bahkan, musibah bisa bermakna "surat cinta" (devine invitation) Tuhan untuk hamba-Nya, sebagaimana diisyaratkan dalam hadits:

ما يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِن نَصَبٍ ولَا وصَبٍ، ولَا هَمٍّ ولَا حُزْنٍ ولَا أذًى ولَا غَمٍّ، حتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بهَا مِن خَطَايَاهُ.

"Tidaklah seorang Muslim ditimpakan kelelahan, penyakit kronis, nervous, kesedihan mendalam, marabahaya, kesusahan, hingga stres yang mencemaskannya, melainkan semuanya itu dijadikan Allah SWT sebagai pengampunan dosa." (HR Al Bukhari,  At Turmudzi, dan Ahmad). Dalam hadits lain juga ditegaskan: 

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بعبْدِهِ خَيْرًا عجَّلَ لَهُ الْعُقُوبةَ في الدُّنْيَا، وإِذَا أَرَادَ اللَّه بِعبدِهِ الشَّرَّ أمسَكَ عنْهُ بذَنْبِهِ حتَّى يُوافِيَ بهِ يَومَ الْقِيامةِ

"Jika Allah berkehendak positif terhadap hambaNya, maka Dia akan mendahulukan siksaan terhadapnya di dunia. Dan jika Allah berkehendak negatif kepada hamba-Nya, maka siksaan akibat dosa-dosanya ditunda sampai ke hari akhirat." (HR Turmudzi dari Anas)

Tentu, kita berharap semoga musi bah pandemi Covid-19 yang menimpa umat manusia saat ini mempunyai banyak hikmah yang penting untuk dijadikan sebagai proses pembelajaran (lesson learning) untuk menatap dan menjalani masa depan.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement