Selasa 12 Oct 2021 10:40 WIB

Kepala BPIP: Bung Karno Guncang Dunia Bukan Fiksi

Bung Karno telah menempatkan Indonesia dalam percaturan politik dunia

Pembukaan Pekan Memori Kolektif Dunia: Memory of World Tahun 2021 dan International Webinar Sukarno Mengguncang Dunia: To Build the World a New, Senin (11/10).
Foto: BPIP
Pembukaan Pekan Memori Kolektif Dunia: Memory of World Tahun 2021 dan International Webinar Sukarno Mengguncang Dunia: To Build the World a New, Senin (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sumbangsih Bung Karno bukan hanya kemerdekaan. Putra Sang Fajar  juga membawa nama besar Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia. Hal tersebut ditegaskan kembali dalam acara Pembukaan Pekan Memori Kolektif Dunia: Memory of World Tahun 2021 dan International Webinar Sukarno Mengguncang Dunia: To Build the World a New, Senin (11/10).

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mengatakan, bangsa Indonesia tidak lepas dari momen bersejarah saat Bung Karno berpidato di PBB pada 30 September 1960. "Sampai tanggal ini, sebetulnya lompatan Indonesia menuju dunia sudah barangkali yang kesepuluh. Rekor dunia diciptakan melalui Bung Karno," ujar Yudian dalam sambutannya.

Ditegaskan, Bung Karno tidak hanya berhasil mempersatukan wilayahnya sendiri yang begitu luas dan tercabik-cabik. Namun selanjutnya malah mengguncang dunia. "Terlihat betapa Bung Karno mendunia bukan karangan, riil. Itu seperti mukjizat. Dengan situasi Indonesia yang sangat berat itu, beliau mampu melewati batas nasionalisme menuju dunia internasional," jelas Yudian.

photo
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Drs KH Yudian Wahyudi MA PhD. - (BPIP)

 

Peran Soekarno dalam mewujudkan perdamaian dunia juga disinggung MenPAN-RB Tjahjo Kumolo. Bung Karno adalah pemimpin besar yang cinta damai. Spirit perdamaian dari Proklamator RI ini tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

"Bung Karno telah menempatkan Indonesia dalam percaturan politik dunia," seru Tjahjo.

Peran tersebut, lanjut dia, dapat dilacak dari jejak sejarah. Dimulai dengan KTT Asia Afrika pada 1955 di Bandung, lalu puncaknya di KTT Gerakan Non-Blok I di Beograd, Yugoslavia pada 1961. "Indonesia, melalui Bung Karno tidak henti-hentinya menyuarakan untuk mengurangi ketegangan antara dua blok besar dunia pada saat itu, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet," tutur Tjahjo.

Disimpulkan kemudian, arsip dalam konteks kebangsaan memiliki posisi sebagai endapan memori bangsa yang dapat dimanfaatkan untuk merangkai sejarah perjalanan bangsa. Sekaligus menjaga stabilitas keamanan dan politik, serta sarana pencarian identitas bangsa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement