Senin 08 Nov 2021 22:10 WIB

Green Finance Perkuat Optimalisasi Pemanfaatan EBT

ADB membantu negara ASEAN mempercepat proyek infrastruktur rendah karbon.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Seorang warga memikul pupuk kandang di perladangan sekitar instalasi sumur Geothermal atau panas bumi PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (19/8). Pola pembiayaan hijau (green finance) yang tepat mampu dimanfatkan sebagai jalan menuju peningkatkan pangsa energi baru dan terbarukan (EBT) yang signifikan, efisiensi energi, dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Seorang warga memikul pupuk kandang di perladangan sekitar instalasi sumur Geothermal atau panas bumi PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (19/8). Pola pembiayaan hijau (green finance) yang tepat mampu dimanfatkan sebagai jalan menuju peningkatkan pangsa energi baru dan terbarukan (EBT) yang signifikan, efisiensi energi, dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pola pembiayaan hijau (green finance) yang tepat mampu dimanfatkan sebagai jalan menuju peningkatkan pangsa energi baru dan terbarukan (EBT) yang signifikan, efisiensi energi, dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.

"Tanpa green finance yang memadai, kami tidak dapat mengubah rencana kami menjadi aksi nyata dalam mencapai ambisi Nationally Determined Contibution (NDC)," ungkap Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin (8/11).

Baca Juga

Arifin pun mengapresiasi langkah Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) sebagai mitra kerja sama dalam mendukung percepatan proyek infrastruktur rendah karbon di Indonesia maupun kawasan Asia Tenggara (ASEAN) melalui Mekanisme Transisi Energi atau Energy Trantition Mechanism (ETM). "Kami menghargai ADB yang telah mengusulkan ETM untuk mempercepat pengurangan emisi di Indonesia serta negara anggota ASEAN lainnya. Kami sudah diskusikan, ETM ini cocok untuk mempercepat dekarbonisasi di Indonesia, khususnya untuk pensiun dini pembangkit batu bara," kata Arifin.

Arifin menyoroti dukungan finansial dari ADB memberikan dampak positif bagi negara-negara Asia Tenggara di tengah tantangan pemulihan ekonomi berbasis lingkungan hijau (green recovery) pascapandemi Covid-19. "ASEAN sebagai episentrum ekonomi global Pertumbuhan harus lebih berkontribusi dalam mewujudkan visi pascapandemi," tambahnya.

 

Apalagi berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA) Sustainable Recovery, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan investasi energi turun hampir 20 persen year on year pada tahun 2020, atau setara dengan 400 miliar dolar AS. "Ini disebabkan oleh kekacauan permintaan dan pasokan energi di seluruh dunia daerah," ungkap Arifin.

Krisis akibat pandemi, sambung Arifin, diharapkan menjadi peluang emas untuk mengatur ulang komposisi energi demi mempercepat pangsa pasokan energi yang lebih hijau sesuai APAEC (ASEAN Plan of Actions for Energy Cooperation). Dokumen ini bertujuan untuk mempercepat transisi energi, memperkuat ketahanan energi dengan meningkatkan inovasi dan kerja sama serta meningkatkan target Energi Baru Terbarukan (EBT) dan intensitas energi.

"Sebagai satu-satunya anggota ASEAN di ekonomi G20, Indonesia secara konsisten menyampaikan pesan-pesan penting dari kawasan Asia Tenggara, seperti percepatan transisi energi untuk mendukung pemulihan ekonomi," tegas Arifin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement