Kamis 16 Dec 2021 14:34 WIB

Korban Serangan Masjid Christchurch Ajukan Keringanan Hukuman Bagi Pelaku

Sebagai korban, Ahmed butuh penyembuhan yang bisa didapatkan dari memaafkan pelaku

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Warga Australia Brenton Harrison Tarrant, 29, duduk di dermaga di Pengadilan Tinggi Christchurch
Foto: John Kirk-Anderson/Pool Photo via AP
Warga Australia Brenton Harrison Tarrant, 29, duduk di dermaga di Pengadilan Tinggi Christchurch

IHRAM.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Seorang pria Muslim yang kehilangan istrinya dalam serangan teror 15 Maret meminta belas kasihan terhadap pelaku. Terdakwa diketahui mengancam akan melakukan serangan teror yang melibatkan bom mobil di masjid Christchurch.

Sebuah surat ditulis oleh Farid Ahmed, dimana sang istri, Husna, tewas dalam serangan masjid Christchurch pada 2019. Surat tersebut dibacakan pada sidang hukuman seorang pria berusia 28 tahun di Pengadilan Distrik Christchurch.

Baca Juga

Sebelumnya, terdakwa telah mengaku bersalah atas tuduhan mengancam akan membunuh dan mendistribusikan materi yang tidak pantas. Materi yang dia bagikan adalah salinan manifesto teroris 15 Maret.

Terdakwa tidak dapat disebutkan namanya karena perintah Pengadilan Tinggi ini, setelah perjuangan hukum yang panjang. Kesempatan ini ia dapatkan hingga Desember 2022, untuk memberinya kesempatan menyelesaikan rehabilitasi.

Dilansir di Stuff, Kamis (16/12), surat milik Ahmed dibacakan oleh teman dan sesama anggota komunitas Muslim, Edward Wadsworth. Dalam surat itu, ia mengatakan telah bertemu dengan terdakwa September lalu, di mana pelaku meminta maaf kepada Ahmed dan seluruh komunitas Muslim.

Ahmed mengatakan, ancaman yang dilakukan pria itu terhadap masjid membuat mereka kembali merasa trauma, tidak hanya korban 15 Maret dan keluarga, tetapi juga seluruh komunitas Muslim.

“Saya tidak mendukung apa yang terdakwa lakukan. Tapi dia telah mengakui kesalahannya, mengambil tanggung jawab, dan dia telah berjanji untuk mengambil jalan damai,” tulisnya.

Lebih lanjut, Ahmed mengatakan sebagai korban, dia membutuhkan penyembuhan. Hal tersebut hanya bisa ia dapatkan dengan memaafkan terdakwa, yang telah dia lakukan.

"Sebagai pelaku, dia juga butuh penyembuhan dan koreksi. Dia telah memberanikan diri untuk maju dan dikoreksi, serta memohon kesempatan untuk dikoreksi. Adalah tanggung jawab kita sebagai manusia, untuk memilih masa depan yang lebih baik bagi semua orang. Saya percaya, teguran dengan kasih sayang akan membantu mencapai kohesi yang lebih baik untuk negara kita Selandia Baru,” ujarnya.

Adapun terdakwa ditangkap pada 4 Maret malam, setelah membuat serangkaian unggahan di papan pesan daring anonim 4chan, sebuah platform yang sering dikunjungi oleh individu sayap kanan.

Polisi menerima informasi ini melalui Crimestoppers pada 2 Maret, tentang serangkaian posting yang dibuat dua hari sebelumnya. Tak lama, polisi menggerebek dua rumah di Christchurch saat mereka mencari orang yang bertanggung jawab, dan terdakwa ditangkap.

Hasil dari penggeledahan perangkat elektronik dan akun media sosial terdakwa, ditemukan beberapa meme dan gambar rasis. Ditemukan juga terdakwa telah mengirim pesan ke lima rekannya di Facebook, yang berisi tautan ke manifesto pria bersenjata 15 Maret kala itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement