Kamis 07 Apr 2022 13:58 WIB

ADB Prediksi Pendapatan Indonesia Meningkat Hingga di Atas Rp 2.000 Triliun

ADB menyebut pendapatan negara dalam APBN ditargetkan Rp 1.846 triliun

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pembersih jendela tingkat tinggi bekerja pada fasad bangunan di Jakarta. Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pendapatan negara Indonesia pada 2022 kembali melampaui target seperti tahun lalu sebesar Rp 2.003,1 triliun. Adapun realisasi ini tumbuh 114,9 persen dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021 sebesar Rp 1.743,6 triliun.
Foto: EPA-EFE/Bagus Indahono
Pembersih jendela tingkat tinggi bekerja pada fasad bangunan di Jakarta. Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pendapatan negara Indonesia pada 2022 kembali melampaui target seperti tahun lalu sebesar Rp 2.003,1 triliun. Adapun realisasi ini tumbuh 114,9 persen dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021 sebesar Rp 1.743,6 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pendapatan negara Indonesia pada 2022 kembali melampaui target seperti tahun lalu sebesar Rp 2.003,1 triliun. Adapun realisasi ini tumbuh 114,9 persen dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021 sebesar Rp 1.743,6 triliun. 

Ekonom Senior ADB Henry Ma mengatakan pada tahun ini pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 1.846,1 triliun dalam APBN."Pemulihan ekonomi terus menguat di Indonesia pada tahun ini," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (7/4/2022).

Dia menyebut terdapat tiga alasan yang mendasari perkiraan peningkatan pendapatan negara yang bisa melampaui target tersebut, yaitu pertama mulai meningkatnya aktivitas ekonomi di Tanah Air.

“Hal tersebut terlihat dari berbagai indikator aktivitas konsumen kuartal pertama pada tahun ini yang semakin meningkat, seperti indeks keyakinan konsumen, indeks penjualan eceran, dan sebagainya,” ucapnya.

Kedua, adanya beberapa perubahan dalam kebijakan pajak yang mulai diimplementasikan pada tahun ini. Ketiga yakni meski terdapat kenaikan harga gandum dan minyak mentah global yang berpotensi mengerek inflasi, peningkatan harga batu bara, minyak sawit, dan nikel akan memberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada Indonesia.

"Dengan demikian dampak shock harga komoditas terhadap kondisi fiskal seharusnya negatif, tetapi modest atau sederhana," ucapnya.

Meski begitu, dirinya memperkirakan inflasi yang kemungkinan meningkat hingga 3,6 persen pada tahun ini. Hal ini akibat kenaikan harga makanan dan bahan bakar akan memberi tekanan kepada kebijakan subsidi pemerintah.

Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia (BI) pada tahun ini diperkirakan tak begitu suportif karena Bank Sentral akan meningkatkan kebutuhan cadangannya, sementara pembagian beban bersama pemerintah alias burden sharing juga hanya akan dilakukan sampai akhir tahun ini.

Dari sisi lain, Asian Development Outlook (ADO) 2022 menyebutkan pengeluaran konsumen dan kegiatan manufaktur di Indonesia tumbuh karena naiknya pendapatan, pekerjaan, dan optimisme. Adapun investasi terbantu oleh naiknya permintaan, perbaikan iklim investasi dan iklim berusaha, serta pemulihan kredit.

Inflasi, yang mencapai rata-rata 1,6 persen tahun lalu, diperkirakan akan naik menjadi 3,6 persen pada 2022. Adapun kondisi ini didorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan harga komoditas yang lebih tinggi namun tetap masih akan berada dalam rentang target Bank Indonesia.

Inflasi diperkirakan akan turun ke tiga persen pada 2023 seiring meredanya kenaikan harga komoditas. Namun, harga yang lebih tinggi ekspor komoditas Indonesia akan mengimbangi turunnya volume ekspor, sehingga menjaga transaksi berjalan tetap imbang dan menghasilkan tambahan pendapatan.

Dalam jangka menengah, ADB merekomendasikan agar Indonesia memanfaatkan digitalisasi demi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan. Hal ini akan membantu Indonesia mencapai sasarannya, yaitu meningkatkan PDB per kapita ke taraf negara berpenghasilan tinggi pada 2045.

Terkait ini, pelaku usaha akan memerlukan bantuan agar dapat meningkatkan transfer teknologi, mendorong penelitian dan pengembangan untuk inovasi, serta mengakses angkatan kerja yang melek teknologi. Adapun beberapa kebijakan yang penting untuk mendukung hal ini antara lain investasi pemerintah dalam infrastruktur digital, insentif fiskal, dan reformasi regulasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement