Gaza adalah salah satu daerah terpadat di dunia, dengan populasi 2,3 juta orang Palestina. Sebagian besar dari mereka tinggal di kamp-kamp pengungsi, beberapa kamp menghadap ke laut.
Penduduk kamp pengungsi yang menghadap laut di Kota Gaza, selama beberapa tahun terakhir telah menyaksikan naiknya air laut yang mengikis pantai. Mereka menempatkan lemari es yang rusak, ban besar, dan batu bata ke tepi pantai untuk menahan gelombang laut namun tidak berhasil.
“Kamp pengungsi tidak memiliki pantai, tidak ada tempat untuk orang duduk, oleh karena itu, orang terpaksa membayar untuk pergi ke utara atau (selatan),” kata seorang guru sejarah, yang tinggal di kamp berbatasan dengan laut, Abdel-Karim Zaqout.
Dengan perbatasan darat Gaza yang dikontrol ketat oleh Israel dan Mesir, tepi laut adalah sumber daya berharga bagi orang-orang yang ingin melepaskan diri dari tekanan sehari-hari. Di Jalur Gaza Tengah, Radwan Al-Shantaf, dari Kota Al-Zahra, mengatakan, pihak berwenang telah menggunakan sejumlah besar puing-puing rumah yang hancur dalam pemboman Israel pada Mei 2021 untuk membarikade pantai.
Al-Shantaf mengatakan, gelombang tinggi telah memaksa pemilik bank untuk mengungsi ke gedung yang lebih dekat ke kota. Sementara operator pembangkit listrik membangun dinding beton untuk memperkuat pagar luar.
"Majunya laut mengurangi area pantai dan mengakhiri rekreasi, kafe, dan ruang pengunjung pantai," kata Al-Shantaf.