Jumat 24 Feb 2023 08:35 WIB
Setahun Perang Rusia-Ukraina

Mereka yang Mendukung Rusia

Ada negara yang terang-terangan dukung Rusia, yang lain mendukung diam-diam

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Satu tahun perang berjalan beberapa negara terang-terangan mendukung Rusia sementara beberapa negara melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Cina dan Belarusia merupakan sekutu Moskow yang terang-terangan mendukung Rusia dalam invasi ke Ukraina.
Foto: Kremlin Pool Photo via AP File
Satu tahun perang berjalan beberapa negara terang-terangan mendukung Rusia sementara beberapa negara melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Cina dan Belarusia merupakan sekutu Moskow yang terang-terangan mendukung Rusia dalam invasi ke Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, Satu tahun sudah Rusia menggelar serangan skala massif ke Ukraina. Koalisi negara-negara Barat dan sekutunya mengutuk apa yang mereka sebut sebagai invasi ke negara berdaulat. Negara-negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berbondong-bondong memberikan bantuan kemanusian dan militer ke Ukraina.

Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang dan beberapa negara lainnya memberlakukan sanksi ke Rusia sebagai tekanan agar Moskow mengakhiri serangan ke negara tetangga. Namun Kremlin tidak goyah dengan keputusan dan melanjutkan invasi tersebut.

Pada Selasa (21/2/2023) lalu Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidato kenegaraan. Dalam pidato panjang itu ia menyalahkan Barat dan NATO sebagai pihak yang memicu perang. Dalam pidato yang disampaikan beberapa jam usai kunjungan mendadak Presiden AS Joe Biden ke Kiev, Putin juga mengumumkan akan menarik Rusia dari perjanjian senjata nuklir dengan AS.

Sikap keras Rusia menunjukkan Moskow masih memiliki sekutu di lanskap geopolitik global. Rusia berhasil menghindari isolasi internasional. Hal ini disebabkan masih terdapat beberapa negara yang mendukungnya.

Satu tahun perang berjalan beberapa negara terang-terangan mendukung Rusia sementara beberapa negara melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Cina dan Belarusia merupakan sekutu Moskow yang terang-terangan mendukung Rusia dalam invasi ke Ukraina.

Terdapat 141 negara yang mendukung mosi resolusi PBB yang meminta Rusia menarik pasukannya dari Ukraina. Tapi ada empat negara yang mendukung invasi yakni Belarusia, Suriah, Eritriea dan Korea Utara (Korut). Sementara Irak dan Iran memberikan dukungan diplomatis melalui pernyataan-pernyataan di media.  

Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mempertahankan hubungan militernya dengan Rusia usia Moskow menggelar invasi ke Ukraina. Ia mengizinkan negaranya sebagai tempat pasukan Moskow melancarkan serangan ke Ukraina.

Pemerintah Putin mendukungnya untuk tetap berkuasa selama unjuk rasa pro-demokrasi tahun 2020 lalu. Kedua negara juga kerap menggelar latihan perang bersama. Meski hingga saat ini Belarusia tetap menjaga jarak dari perang di Ukraina para pakar dan pemerintah Barat khawatir sikap Belarusia dalam perang di Ukraina akan berubah.

Sementara Presiden Suriah Bashar al-Assad memuji invasi Rusia sebagai apa yang ia sebut "membetulkan arah sejarah." Assad mengandalkan pasukan dan serangan udara Rusia dalam perang sipil di negara.

Media-media Barat juga melaporkan Iran diam-diam mengirimkan drone yang digunakan Rusia dalam perang di Ukraina. Dikutip dari Yahoo News, pada akhir tahun lalu Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan Iran salah satu pendukung militer Rusia dalam invasi ke Ukraina.

Cina merupakan pendukung dan sekutu terkuat dan terbesar Rusia dalam perang di Ukraina. Sejauh ini Beijing memantau dari jauh konflik itu dan tidak mengirimkan senjata ke Moskow. Tapi baru-baru ini AS mengungkapkan kekhawatiran posisi Cina dapat berubah.

Rusia juga membangun pengaruh di Afrika dan Timur Tengah melalui saluran ekonomi dan militer. Kelompok tentara bayaran Wagner dari Rusia juga semakin kuat dalam konflik-konflik mulai dari Donbas sampai wilayah Sahel.

Pada Rabu (22/2/2023) Rusia dan Cina kembali memamerkan kedekatan mereka. Petinggi paling senior kebijakan luar negeri Partai Komunis Cina, Wang Yi berkunjung ke Moskow. Di awal pertemuannya dengan Wang, Putin memuji kedekatan kedua negara dan Kremlin mengharapkan kunjungan Presiden Xi Jinping ke Rusia.

"Dalam konteks ini, kerja sama antara Republik Rakyat Cina dan Federasi Rusia di arena global sangat penting untuk menstabilkan situasi internasional," kata Putin.

Hubungan Cina dan negara-negara Barat terutama AS berada di titik terendah. Wang menegaskan hubungan Cina dan Rusia tidak mengancam negara mana pun.

"Hubungan Cina dan Rusia tidak menentang langsung negara ketiga dan jelas tidak dapat menjadi subjek tekanan negara ketiga mana pun," kata Wang.

Wang juga menekankan Moskow dan Beijing mendorong "multipolaritas dan demokratisasi hubungan internasional." Istilah yang digunakan untuk melawan dominasi AS dalam urusan global.

Dalam kunjungan tersebut Wang juga bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. "Hubungan kami terus dibangun dengan dinamis dan meski gejolak di arena global tinggi kami telah menunjukkan kesiapan untuk berbicara mengenai menjaga kepentingan masing-masing," kata Lavrov.

Wang meresponnya dengan menekankan hubungan "tanpa batas" dengan Rusia. Cina menolak mengkritik invasi ke Ukraina dan turut menyalahkan AS dan NATO telah memprovokasi Kremlin untuk menggelar serangan skala besar. Sebagai balasannya Rusia mendukung Cina dalam ketegangan dengan AS mengenai Taiwan.

Kedua negara telah menggelar serangkaian latihan militer untuk memamerkan kedekatan hubungan militer mereka. Pekan ini bersama Afrika Selatan, dua negara tersebut menggelar latihan angkatan laut bersama di Samudra Hindia.

Kapal fregat Rusia, Admiral Gorshkov berlabuh di Cape Town beberapa hari yang lalu. Terdapat tanda tulisan Z dan V di bagian samping kapal tersebut. Dua huruf tersebut menjadi tanda senjata Rusia di medan pertempuran di Ukraina dan digunakan sebagai simbol patriotik di Rusia.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement