Jumat 17 May 2024 11:22 WIB

Illan Pappe, Sejarawan yang Prediksi Kejatuhan Israel Diperiksa Saat Masuk AS, Ada Apa?

Pappe menilai tim yang menginterogasinya mengajukan pertanyaan di luar nallar

Tentara Israel membawa peti berisi jenazah tentara Israel yang tewas di Gaza saat pemakaman militer Kiryat Shaul di Tel Aviv, Israel, Ahad, 12 Mei 2024.
Foto:

Kemudian yang tak kalah penting adalah tidak adanya dukungan internasional. Dunia saat ini berbeda dengan waktu 1948 ketika mereka mulai menganeksasi Palestina. "Aktivis maupun pemerintahan di belahan Selatan berada di posisi yang berbeda dengan 1948," katanya.

Ia mencontohkan sikap Partai Republik di AS yang mulai melihat Israel sebagai liabilitas bukan aset. "Sudah bukan lagi hubungan dekat."   

Akhiri serangan Rafah

Sementara itu, Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengeluarkan pernyataan yang memperingatkan Israel kegagalan untuk mengakhiri operasi militer di Rafah, kota paling selatan Jalur Gaza akan merusak hubungan dengan blok tersebut. 

"Uni Eropa menyerukan kepada Israel untuk menahan diri agar tidak semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza dan membuka kembali titik penyeberangan Rafah," kata Borrell, Rabu (15/5/2024).

 "Jika Israel melanjutkan operasi militernya di Rafah, hal ini pasti akan membebani hubungan Uni Eropa dengan Israel," katanya. 

Borrell mengatakan serangan Rafah "semakin mengganggu distribusi bantuan kemanusiaan" dan menyebabkan "lebih banyak pengungsian internal, paparan kelaparan dan penderitaan manusia".

Pernyataannya juga menyerukan kepada semua pihak untuk meningkatkan upaya mereka untuk mencapai gencatan senjata segera dan pembebasan tanpa syarat semua tawanan.

Sebelumnya dilaporkan Menteri Kesehatan Otoritas Palestina Majed Abu Ramadan mengatakan tanggung jawab hancurnya layanan kesehatan Jalur Gaza dapat dijatuhkan pada Israel yang terus menggelar serangan ke kantong permukiman tersebut. Abu Ramadan juga meminta masyarakat internasional melakukan intervensi untuk menyelamatkan sistem kesehatan di Jalur Gaza.

Pada Selasa (14/5/2024) kemarin ia mengatakan Otoritas Palestina sedang berusaha mengirimkan tim medis ke Gaza untuk mengobati "kasus-kasus sulit." Sebab Israel menolak mengizinkan sejumlah warga Palestina yang terluka dan sakit meninggalkan Jalur Gaza untuk menjalani pengobatan.

Sementara itu badan amal Inggris, Save the Children, mengeluarkan pernyataan yang berisi laporan dari seorang stafnya di Gaza yang menggambarkan kondisi mengerikan yang dihadapi penduduk Rafah yang terpaksa mengungsi.

 

 

"Ini kelima kalinya kami dipaksa pindah, mengikuti perintah relokasi terbaru. Awalnya kami dipindahkan dari Gaza ke Khan Younis, kemudian ke daerah lain di Rafah dan sekarang ke Deir el-Balah. Ini menghancurkan mental kami," kata staf Save the Children itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement