Rabu 22 Nov 2017 05:05 WIB

Cina Bangun Infrastruktur di PNG, Australia Dikhawatirkan Tertinggal

Perdana Menteri PNG Peter O'Neill bersama Presiden China Xi Jinping saat bertemu dalam Pertemuan APEC di Vietnam.
Foto: ABC
Perdana Menteri PNG Peter O'Neill bersama Presiden China Xi Jinping saat bertemu dalam Pertemuan APEC di Vietnam.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Papua Nugini menandatangani sejumlah kesepakatan pembangunan infrastruktur dengan Cina sebagai bagian dari kebijakan Beijing mengenai One Belt, One Road.

Hal ini menurut Pemerintah PNG dimaksudkan untuk menciptakan "koridor perdagangan yang lebih efisien antara Asia Pasifik dan Australia Barat".

"Sejalan dengan berkembangannya inisiatif (One Belt, One Road) ini, kita melihat perbaikan infrastruktur di banyak negara berkembang," demikian dikatakan dalam pernyataan dari kantor Perdana Menteri Peter O'Neill kemarin.

Disebutkan, ada tiga kesepakatan yang ditandatangani dengan tujuan meningkatkan pertanian, transportasi dan pengiriman barang dan jasa ke wilayah terpencil di PNG. Selain itu juga untuk membantu masyarakat terlibat lebih aktif dalam perekonomian.

"Saya berterima kasih kepada Pemerintah Cina dan China Railway Company atas komitmen mereka terhadap Papua Nugini," kata pernyataan PM O'Neill.

"Dukungan Anda untuk Papua Nugini akan diingat untuk jangka panjang," tambahnya.

Pengumuman kesepakatan kedua negara tersebut disampaikan di tengah kekhawatiran Oposisi Australia mengenai hilangnya pengaruh negara ini di Pasifik karena digantikan kekuatan dunia terutama Cina.

Juru bicara Oposisi urusan pertahanan Richard Marles dalam pidatonya ini di Lowy Institute menyatakan Pasifik merupakan "blind spot" keamanan terbesar Australia. Dia menambahkan adanya ketakutan menjadi "kekuatan kolonial yang angkuh" telah menghambat Australia untuk terlibat secara efektif di Pasifik.

Negara dengan pengaruh terbesar

PM Peter O'Neill meets with officials from China Railroad Group.
PM Peter O'Neill bertemu delegasi Pemerintah Cina dan China Railroad Group sebelum penandatanganan MOU.

Supplied: PNG PMO

"Dengan mempertimbangkan tindakan kita di Pasifik, saya sering merasa ada naluri untuk menghindari tindakan sebagai suatu kekuatan kolonial yang angkuh," kata Marles.

"Sentimen ini motivasinya baik, tapi keliru. Apalagi, itu berisiko menjadi alasan untuk tidak bertindak," tambahnya.

"Negara kepulauan Pasifik memiliki dengan siapa mereka bermitra. Pandangan bahwa kita akan selalu menjadi mitra pilihan bukanlah suatu yang bisa kita jamin," katanya.

Richard Marles
Juru bicara oposisi Australia urusan pertahanan Richard Marles.

"Negara yang paling peduli akan memiliki pengaruh terbesar," ujar Marles.

ABC mendapatkan informasi banyak tokoh senior di bidang keamanan nasional Australia juga menentang gagasan tersebut. Mereka meyakini tidak bijaksana jika semakin tergantung pada Cina. Kepada program Pacific Beat ABC, Marles menjelaskan meski Australia memiliki "komitmen signifikan" di Pasifik, namun Australia perlu berbuat lebih banyak.

"Dan harus lebih merupakan kebijakan keamanan nasional dan luar negeri kita yang fokus dan utama, bukan hanya sebagai sebuah ceruk dalam pandangan Australia," katanya.

"Saya ingin sekali melihat perubahan dimana Pasifik menjadi yang utama dalam pemikiran dan strategi kita sebagaimana hubungan utama lainnya, seperti dengan Amerika Serikat dan Cina," katanya.

Marles juga mengumumkan sebuah "Rencana Pasifik" dari Partai Buruh untuk sedapat mungkin menjadi "sahabat terbaik". "Membuat rencana dengan Pasifik juga akan memberitahu seluruh dunia tahu bahwa kita serius dengan tanggung jawab kita di Pasifik dan ingin ikut hadir," kata Marles.

"Sebuah rencana Pasifik akan menunjukkan negara tersebut adalah Australia," tambahnya.

A diagram of China's plan for the 'New Silk Road'

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/china-bangun-infrastruktur-di-png-australia-tertinggal/9176400
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement