Sabtu 10 Feb 2018 07:28 WIB

Bom Meledak di Masjid Benghazi Saat Shalat Jumat

Sedikitnya dua orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat ledakan bom tersebut.

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Reiny Dwinanda
Sudut Kota Benghazi
Foto: AP
Sudut Kota Benghazi

REPUBLIKA.CO.ID, BENGHAZI -- Sedikitnya dua orang tewas dan beberapa lainnya terluka dalam sebuah pengeboman di sebuah masjid di kota Benghazi, Libya Timur, menurut sumber medis. Korban tewas disebabkan oleh dua alat peledak rakitan yang meledak di masjid Saad Ben Obadah saat shalat Jumat.

Berdasarkan laporan berita TV Libya, juru bicara gubernur keamanan Benghazi, Mutaz al-Mu'tri mengatakan, dua tas yang berisi bom telah digunakan dalam serangan tersebut. Sementara itu, petugas medis mengatakan kepada kantor berita Reuters, selain dua orang tewas, 55 orang lainnya cedera. 

Berdasarkan laporan berita media lokal, jumlah korban yang terluka mencapai 129 orang. Namun, hingga saat ini, belum ada pihak yang dinyatakan bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Misi Dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Libya (UNSMIL) dengan cepat mengecam serangan tersebut. "Serangan langsung atau sembarangan terhadap penduduk sipil dilarang berdasarkan hukum kemanusiaan internasional dan merupakan kejahatan perang," kata UNSMIL dalam sebuah posting di Twitter, seperti yang dilansir di Aljazirah, Sabtu (10/2).

"Tindakan kejam ini seharusnya tidak memberikan pembenaran untuk serangan balas dendam. Investigasi yang cepat dan tidak memihak harus membawa pelaku ke pengadilan," kata UNSMIL.

Insiden tersebut muncul beberapa minggu setelah pengeboman mobil ganda di Benghazi yang menewaskan 35 orang. Selain itu, serangan yang terjadi di luar masjid Bait Radwan pada 23 Januari juga menewaskan lebih dari 50 orang, termasuk sejumlah pejabat keamanan senior. Ahmed al-Fituri, kepala unit investigasi khusus yang terikat dengan komando umum pasukan keamanan Libya timur, termasuk di antara salah satu korban tewas.

Pasukan yang setia kepada Khalifa Haftar, seorang jenderal pemberontakan yang berbasis di bagian timur negara tersebut, menguasai Benghazi pada 2017, setelah melakukan kampanye selama tiga tahun untuk melawan kelompok bersenjata. Pertarungan tersebut telah menyebabkan reruntuhan besar di sebagian kota.

Beberapa pengeboman selama tahap terakhir dari konflik tersebut, menargetkan tokoh-tokoh yang terkait dengan Tentara Nasional Libya Haftar (LNA). LNA mengklaim kemenangan di Benghazi pada Juli tahun lalu, namun bentrokan sporadis berlangsung hingga Desember ketika mereka mengambil alih kendali atas pertarungan terakhir dengan pesaingnya. Sejak saat itu, LNA memberlakukan kontrol militer yang ketat terhadap kota dan bagian lain di Libya timur yang berada di bawah kendalinya.

Pertempuran di Benghazi merupakan bagian dari konflik yang lebih luas berkembang di Libya, setelah mantan penguasa Muammar Gaddafi dikeluarkan dari kekuasaan dan terbunuh dalam pemberontakan yang didukung oleh NATO pada 2011 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement