Senin 09 Apr 2018 05:50 WIB

Gas Kimia Suriah, Prancis Desak PBB Gelar Pertemuan Darurat

Serangan kimia Suriah dinilai telah melanggar hukum humaniter internasional

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Foto yang diambil kelompok antipemerintah Suriah Edlib Media Center yang telah diautentifikasi menunjukkan dokter menangani seorang anak menyusul dugaan serangan kimia di Kota Khan Sheikhoun, Idlib, Suriah, 4 April 2017.
Foto: Edlib Media Center, via AP
Foto yang diambil kelompok antipemerintah Suriah Edlib Media Center yang telah diautentifikasi menunjukkan dokter menangani seorang anak menyusul dugaan serangan kimia di Kota Khan Sheikhoun, Idlib, Suriah, 4 April 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Prancis meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar pertemuan darurat untuk membahas serangan kimia terbaru yang dilakukan rezim pemerintahan Suriah di wilayah Ghouta Timur. Pasalnya, 70 warga sipil tewas akibat serangan kimia yang dilancarkan pasukan Suriah di bawah kendali Presiden Bashar al-Assad.

Menteri Luar Negeri Perancis, Jean-Yves Le Drian mengutuk keras pasukan Suriah yang mengepung Kota Douma di Ghouta Timur dan mengebom daerah tersebut hingga mengakibatkan adanya korban dari warga sipil dalam waktu 24 jam. Tindakan pasukan Suriah ini dilakukan pada Sabtu (8/4) kemarin waktu setempat dan menewaskan 70 warga sipil.

Kantor Berita Turki Anadolu pada Senin (9/4) ini melaporkan, lembaga pertahanan sipil White Helmets mencatat adanya penggunaan gas beracun dalam serangan yang terjadi di Kota Douma itu. Le Drian juga prihatin dan geram atas serangan kimia Suriah. Sebab, serangan ini telah melanggar hukum humaniter internasional.

Otoritas Perancis menyatakan, penggunaan senjata kimia merupakan kejahatan perang dan pelanggaran terhadap rezim nonproliferasi internasional. Mereka menegaskan bakal memikul tanggung jawab dengan melakukan perlawanan terhadap proliferasi kimia.

Seperti diketahui, pada 24 Februari lalu, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengadopsi Resolusi 2401 yang isinya menyerukan gencatan senjata selama sebulan di Suriah, terutama di Ghouta Timur. Ini untuk memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan.

Namun Suriah tidak mematuhinya lalu pada Maret lalu meluncurkan serangan darat dengan dukungan kekuatan udara Rusia untuk mengambil-alih wilayah Ghouta Timur yang dipegang oleh kelompok oposisi. Kawasan permukiman bagi sekitar 400 ribu warga sipil, di pinggiran kota tetap menjadi target pengepungan rezim pemerintahan Suriah.

Komisi Penyelidikan PBB pun telah merilis laporan yang isinya menyatakan bahwa rezim Assad telah melakukan kejahatan perang di Ghouta Timur, di antaranya karena menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement