Jumat 24 Jun 2016 16:19 WIB

Sekelompok Massa Hancurkan Masjid di Myanmar

Rumah dan masjid milik Muslim Myanmar Dibakar.
Foto: AP Photo/Zin Chit Aung
Rumah dan masjid milik Muslim Myanmar Dibakar.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sekelompok pria dari sebuah desa di Myanmar Tengah menghancurkan masjid dalam luapan serius pertama kekerasan antaragama sejak beberapa bulan, di tengah meningkatnya ketegangan mengenai sebutan untuk merujuk kaum Rohingya, kelompok minoritas Muslim teraniaya di negara tersebut.

Penduduk Desa Thayethamin, permukiman terpencil berjarak dua jam perjalanan darat dari timur laut kota terbesar, Yangon, menghancurkan masjid itu pada Kamis setelah terjadi perselisihan mengenai pembangunannya. Mereka juga memukuli seorang pria Muslim, menurut media dan juru bicara polisi.

Ketegangan agama melanda Myanmar selama hampir setengah abad pemerintahan militer, sebelum mencapai puncaknya pada 2012, hanya setahun setelah pemerintahan semisipil berkuasa.

Ratusan orang tewas dalam bentrokan di barat laut Provinsi Rakhine antara Muslim Rohingya dan suku Rakhine penganut Buddha, sehingga menyebabkan pengusiran terorganisasi kaum Rohingya oleh massa Rakhine.

Kekerasan lebih banyak lagi terjadi antara umat Muslim dan Buddha di bagian-bagian lain negara tersebut pada 2013. Foto-foto yang tersebar di media sosial pada Jumat, yang konon diambil dari desa tersebut, menunjukkan kerusakan serius pada bangunan, perabotan bertebaran di jalan, dan sejumlah besar pria berseliweran, beberapa bersenjatakan tongkat.

Perincian lebih jauh mengenai insiden tersebut belum jelas. Reuters tidak bisa memastikan kebenaran foto-foto tersebut. "Segala sesuatunya sudah berada di bawah kendali sekarang dan belum diambil tindakan terhadap siapa pun," kata Kolonel Zaw Khin Aung, juru bicara markas besar polisi di ibu kota Myanmar, Naypyitaw.

Aksi kekerasan tersebut terjadi di tengah meningkatnya ketegangan mengenai cara merujuk kepada Rohingya, kelompok Muslim dengan 1,1 juta penduduk yang hidup dalam kondisi mirip era aparteid di Rakhine sejak bentrokan pada 2012.

Pemimpin negara tersebut, Aung San Suu Kyi, yang partainya menang telak dalam pemilu bersejarah November lalu, menghadapi tugas berat untuk memecahkan ketegangan etnik dan agama serta mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia di provinsi tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement