Senin 04 Jul 2016 19:02 WIB

'Dr Google' Dianggap Picu Kekacauan Vaksinasi di Malaysia

Google search
Foto: mashable
Google search

REPUBLIKA.CO.ID, KUALALUMPUR, MALAYSIA -- Kementerian kesehatan menyatakan kemunculan terlalu banyak "Dr Google" sebagai salah satu penyebab kekacauan vaksinasi di negara itu. Wakil Menteri Dr Hilmi Yahaya mengatakan bahwa beberapa orang membuat kesimpulan berdasarkan atas sejumlah tulisan di Internet tanpa mendapatkan tanggapan ahli dari pakar kesehatan.

"Mereka membaca yang ada di Internet dan begitu saja, mereka mengikuti apa pun yang tertulis di sana. Penolakan terhadap vaksin menjadi salah satu kecenderungan, yang meningkat. Mereka bahkan mampu meyakinkan banyak orang untuk mendukungnya," katanya seperti dikutip Bernama.

"Banyak alasan diberikan, termasuk dampak samping dan dengan alasan keyakinan. Saya mengatakannya berulang kali dan bahkan mengutarakan dalam parlemen bahwa vaksin yang digunakan kementerian kesehatan tidak mengandung babi," kata dia dalam pernyataan pada Senin (4/7).

Dr Hilmi menambahkan bahwa vaksin yang ada telah melewati banyak uji coba klinis oleh para ahli dan tidak akan digunakan di Malaysia jika terbukti tidak aman.

Dia mengatakan bahwa pihak kementerian masih dalam proses berhubungan dengan Departemen Pengembangan Islami Malaysia (Jakim) untuk menuliskan sebuah ceramah untuk ibadah jumat, dan beberapa lembaga terkait lainnya termasuk kementerian pengembangan wanita, keluarga dan lingkungan untuk menangkal isu tersebut.

Hingga 29 Juni, kementerian itu mencatat lima kematian dari 13 kasus difteri di penjuru negara. Dalam laporan media, yang mendesak kewajiban penugasan dokter wanita untuk menangani pasien wanita, Dr Hilmi mengatakan bahwa itu dapat diterapkan dalam sejumlah keadaan namun tidak pada saat darurat dikarenakan itu akan menghabiskan waktu negara untuk mengumpulkan sejumlah dokter spesialis wanita.

"Terdapat 172 orang wanita dan 134 orang pria spesialis O&G (kandungan) di penjuru negeri, pada Desember 2015, dalam tahun sebelumnya saja, 15 di antara mereka meninggalkan pelayanan pemerintah. Kami telah meningkatkan jumlah beasiswa pascasarjana menjadi 1.000 tiap tahun sejak tahun lalu," katanya. "Masalah itu tidak baru dan diangkat saat ini dan sebelumnya oleh suatu kelompok," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement