Selasa 05 Jul 2016 15:00 WIB

Kelompok Radikal Myanmar Hancurkan Masjid pada Ramadhan

Rep: Gita Amanda/ Red: Achmad Syalaby
  Warga berjalan di sebuah pasar tradisional yang terletak dekat sebuah masjid di Thandwe, Rakhine, Myanmar, Rabu (2/10).   (AP/Khin Maung Win)
Warga berjalan di sebuah pasar tradisional yang terletak dekat sebuah masjid di Thandwe, Rakhine, Myanmar, Rabu (2/10). (AP/Khin Maung Win)

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebanyak 19 lembaga swadaya masyarakat di Myanmar pada Selasa (5/7), mengeluarkan pernyataan yang meminta pemerintah Myanmar melakukan investigasi formal terhadap penghancuran bangunan keagamaan di Negara Bagian Kachin dan Bago Region. Pernyataan ini merupakan dukungan kolektif masyarakat sipil Myanmar untuk korban kekerasan bermotif agama di negara tersebut.

Melalui siaran pers yang diterima Republika dari organisasi Fortify Rights di Myanmar, pada 1 Juli, sekelompok masa menghancurkan sebuah ruang untuk shalat bagi Muslim di desa Lone Khin, Kachin. Pada 23 Juni massa yang sama juga menghancurkan sebuah masjid di desa Thaye Thamain, Bago Region. Dalam setiap kasus tersebut, pihak berwenang kerap gagal menahan pelaku.

"Kami berharap pihak berwenang secara menyeluruh dan imparsial menyelidiki kejahatan ini dan memastikan mereka yang bertanggung jawab ditangkap untuk mempertanggungjawabkannya," kata Aktivis etnis Kachin Khon Ja.Ia mengatakan, para aktivis tak ingin melihat lebih banyak kekerasan semacam ini. Menurut Khon Ja, budaya impunitas di Myanmar harus berakhir.

Pada  tanggal 1 Juli sekitar 15:30 waktu setempat, dilaporkan sekelompok orang membakar ruang shalat Muslim di desa Lone Khin di Kachin. Bulan sebelumnya, nasionalis Buddha lokal kabarnya memang menuntut agar komunitas Muslim menghancurkan tempat tersebut. Namun setelah komunitas Muslim tidak mengindahkan perintah, massa membakar bangunan dan menghambat pekerjaan pemadam kebakaran. 

Menyusul insiden itu, pemerintah setempat membatasi akses ke jembatan yang mengarah ke Lone Khin dan telekomunikasi di daerah itu tampaknya telah diputus. Saat ini, tidak ada penangkapan dilakukan terkait insiden itu.

"Warga Myanmar memilih National League for Democracy atas dasar kampanye menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia untuk semua warga. Untuk itu kami menyerukan pemerintah Myanmar memenuhi janjinya," kata pernyataan dari 19 LSM termasuk kelompok-kelompok dari Kachin, Mandalay Region, dan Yangon Region.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement