Ahad 24 Jul 2016 19:25 WIB

ASEAN tidak Tegas Nyatakan Ekspansi Cina di LCS

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Citra satlit pada April 2015 menunjukkan landasan udara yang sedang dibangun di Karang Fiery Cross, Laut Cina Selatan.
Foto: reuters
Citra satlit pada April 2015 menunjukkan landasan udara yang sedang dibangun di Karang Fiery Cross, Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, VIENTIANE -- Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tampaknya gagal mencapai konsensus tentang bagaimana menangani ekspansi teritorial Cina di Laut Cina Selatan (LCS). Ini tampaknya menjadi jalan buntu diplomatik.

Para Menteri Luar Negeri dari 10 negara anggota ASEAN berdiskusi selama beberaa jam, melanjutkan diskusi pejabat senior mereka pada Sabtu (23/7). Sebuah pernyataan pers dikeluarkan pada akhir pembicaraan namun hambar.

Pernyataan tersebut mengatakan para menteri memiliki pertukaran pandangan jujur dan konstruktif tentang isu-isu regional dan internasional, serta perkembangan di Timur tengah, Semenanjung Korea dan Laut Cina Selatan.

Juru bicara Departemen Luar negeri Thailand Sek Wannamethee mengatakan, mereka belum menyelesaikan diskusi. "Mereka sekarang makan siang diikuti retret ASEAN, sehingga masalah ini akan dibahas selama retret," ujarnya.

Seperti semua pertemuan ASEAN lainnya, konklaf para Menlu juga secara tradisional berakhir dengan komunike bersama. Tapi tampaknya tidak akan menyertakan referensi ke LCS. Prinsip kardinal ASEAN adalah keputusan dengan konsensus yang berarti negara manapun dapat memveto.

"Komunike bersama sedang disusun," kata Sek.

Pembicaraan Ahad membahas penanganan terorisme, ekonomi, perubahan iklim, keamanan, dampak Brexit dan isu-isu lainnya. Tapi semua itu dibayangi keputusan 12 Juli oleh pengadilan di Den Haag dalam sengketa antara Cina dan Filipina.

Pengadilan Tetap Arbitrase menemukan Cina tidak memiliki dasar untuk klaim luas di wilayah perairan sekitar Filipina. Cina memiliki klaim yang sama terhadap negara-negara ASEAN lainnya, termasuk Vietnam dan Malaysia. Putusan ASEAN harus berani menantang Beijing.

Seorang diplomat yang menghadiri pertemuan pintu tertutup itu mengatakan, Kamboja adalah penjahat deja vu 2012. Ini benar-benar loyalis negara besar C," katanya mengacu ke Cina.

Seorang diplomat lainnya mengatakan, AS juga tidak mendorong Cina selama diskusi Sabtu dan meninggalkan negara-negara ASEAN. AS lebih tertarik mendapatkan dukungan di wilayah ini dalam menghukum Korea Utara dan mengabaikan LCS selama diskusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement