Selasa 30 May 2017 08:31 WIB

Jerman: Trump Lemahkan Barat dan Lukai Kepentingan Uni Eropa

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump
Foto: AP
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman memberikan kritik tajam ke Presiden AS Donald Trump. Trump dinilai telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dibuat dengan pemikiran pendeknya. Kebijakan itu telah melemahkan Barat dan melukai kepentingan Uni Eropa.

Kata-kata tajam itu diungkapkan Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel pada Senin (29/5), setelah Trump mengakhiri tur resminya pertama ke luar negeri. Dalam tur itu, Trump mengunjungi Arab Saudi, Israel, Palestina, Vatikan, Belgia, dan kemudian Italia untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi G7.

Pada Ahad (28/5), Kanselir Jerman Angela Merkel telah terlebih dahulu memperingatkan, AS dan Inggris saat ini mungkin tidak akan lagi menjadi mitra yang benar-benar dapat diandalkan. Kegelisahan Jerman semakin memuncak setelah pertemuan G7 pada Sabtu (27/5), saat AS menolak untuk mendukung kesepakatan iklim Paris 2015.

Saat mengunjungi Arab Saudi, Trump justru membuat kesepakatan senjata baru dengan negara itu. Kesepakatan itu menjadi yang terbesar dalam sejarah Amerika, senilai 110 miliar dolar AS, yang termasuk pembuatan kapal, tank, dan sistem anti-rudal.

"Siapa pun yang mempercepat perubahan iklim dengan melemahkan perlindungan terhadap lingkungan, serta menjual lebih banyak senjata di zona konflik, dan tidak ingin menyelesaikan konflik agama secara politis, akan membuat perdamaian di Eropa menjadi sangat berisiko," kata Gabriel, dikutip Aljazirah.

"Kebijakan pemerintahan Amerika yang dibuat dengan pemikiran pendek, sangat bertentangan dengan kepentingan Uni Eropa. Barat telah menjadi lebih kecil dan telah menjadi lebih lemah."

Baca juga, Trump Ringankan Sanksi Terhadap Rusia.

Gabriel menegaskan, penduduk Eropa, harus berjuang untuk memberikan lebih banyak perlindungan terhadap iklim, lebih sedikit memberikan senjata, dan juga banyak melawan fanatisme agama. Jika tidak, Timur Tengah dan Afrika akan semakin tidak stabil.

Kritik tajam Berlin untuk Washington, yang merupakan sekutu dekat, muncul saat hubungan keduanya semakin membeku. Saat Trump dilantik sebagai Presiden AS pada Januari lalu, Merkel telah memberi tahu miliarder dan mantan bintang acara reality show itu bahwa kerja sama mereka akan didasarkan pada nilai-nilai demokrasi bersama.

Hubungan antara Merkel dan Trump sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan hubungan hangat antara dia dan mantan Presiden AS Barack Obama. Obama bahkan pekan lalu masih bertemu Merkel dalam kunjungannya ke Berlin untuk menghadiri sebuah acara.

Keikutsertaan Obama dalam sebuah acara dengan Merkel, terjadi beberapa jam sebelum Merkel bertemu dengan Trump di Brussels, pada pertemuan puncak NATO. Dalam pertemuan NATO itu, Trump mengecam 23 dari 28 anggota aliansi tersebut, termasuk Jerman, karena belum membayar biaya yang harus mereka bayar terkait pendanaan NATO.

Setelah pertemuan puncak NATO di Brussels dan G7 di Taormina, Merkel mencurahkan isi hatinya dan mengatakan Jerman tidak lagi dapat bergantung pada orang lain. "Saya telah mengalaminya dalam beberapa hari terakhir," kata Merkel.

"Kita, orang-orang Eropa, harus membawa nasib kita di tangan kita sendiri. Persahabatan kita dengan AS dan Inggris, hubungan bertetangga kita dengan Rusia dan juga dengan negara-negara lain, tentu saja harus diperhitungkan. Tapi kita harus tahu, kita harus berjuang untuk masa depan kita sendiri," ungkap dia.

Sebagai tanggapan atas komentar Merkel, Inggris mengatakan akan tetap menjadi mitra yang kuat bagi Jerman. "Ketika kita memulai negosiasi untuk meninggalkan Uni Eropa, kita harus dapat meyakinkan Jerman dan negara-negara Eropa lainnya bahwa kita tetap akan menjadi mitra yang kuat bagi mereka dalam pertahanan dan keamanan, serta dalam perdagangan," ujar Menteri Dalam Negeri Inggris Amber Rudd, kepada radio BBC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement