Rabu 30 Aug 2017 14:02 WIB

18 Ribu Warga Rohingya Telah Melarikan Diri dari Myanmar

Rep: Marniati/ Red: Israr Itah
Seorang wanita Rohingya menangis setelah dilarang memasuki wilayah Bangladesh dari wiayah Myanmar
Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
Seorang wanita Rohingya menangis setelah dilarang memasuki wilayah Bangladesh dari wiayah Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengungkapkan sekitar 18 ribu Muslim Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh pada pekan lalu. Mereka berusaha melepaskan diri dari kekerasan terburuk di Myanmar barat laut setidaknya dalam lima tahun terakhir.

Dilansir dari Reuters (30/8), serangkaian serangan terkoordinasi oleh gerilyawan Rohingya terhadap pasukan keamanan di utara negara bagian Rakhine di Myanmar pada Jumat dan bentrokan selanjutnya memicu eksodus tersebut. Pemerintah mengevakuasi ribuan umat Buddha Rakhine.

IOM mengatakan sulit untuk memperkirakan jumlah orang yang terdampar di wilayah perbatasan. Namun IOM memastikan terdapat ratusan lebih orang terjebak di sana.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk serangan tersebut. PBB menekan Myanmar untuk melindungi kehidupan sipil tanpa diskriminasi dan mengajukan banding ke Bangladesh untuk membiarkan orang-orang yang melarikan diri dari serangan balik militer tersebut.

"Situasi sangat mengerikan, rumah-rumah terbakar, semua orang lari dari rumah mereka, orang tua dan anak-anak terbagi, beberapa hilang, ada yang meninggal," ujar Abdullah (25) seorang warga Rohingya dari desa Mee Chaung Zay di wilayah Buthidaung.

Dia mengatakan sedang bersiap untuk melarikan diri. Sedikitnya 109 orang tewas dalam bentrokan dengan gerilyawan. Menurut pemerintah, kebanyakan dari mereka adalah militan namun juga anggota pasukan keamanan dan warga sipil.

Perlakuan terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya di Myanmar telah menjadi tantangan terbesar bagi pemimpin nasional Aung San Suu Kyi. Ia telah dituding oleh kritikus Barat karena tidak berbicara atas nama minoritas yang telah lama mengeluhkan penganiayaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement