Ahad 03 Sep 2017 10:34 WIB

Motif Bisnis di Balik Krisis Rohingya?

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Agus Yulianto
Aksi protes tragedi Rohingya di Bangladesh
Foto: AP
Aksi protes tragedi Rohingya di Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Fokus media global dalam menganalisa krisis Rohingya di Myanmar disebabkan oleh kebencian agama antara mayoritas Buddha terhadap minoritas Muslim. Seperti dilansir Aljazirah, saat itu, ada harapan tinggi bahwa kemenangan elit partai Aung San Suu Kyi pada November 2015 akan membawa keadilan.

Namun, rupanya Suu Kyi malah meminta agar AS tidak menggunakan kata Rohingya. Menurut juru bicara Suu Kyi, istilah Rohingya tak berguna dalam proses rekonsiliasi nasional.

Menurut Saskia Sassen alias Profesor Sosiologi Columbia University, Robert S. Lind, pengusiran etnis Rohingya dari tempat tinggalnya tak hanya disebabkan oleh masalah agama. Ada perampasan tanah yang diam-diam diabaikan.

Sebenarnya, militer telah mengambil alih tanah dari petani Budha dan kelompok lainnya pada 1990an. Namun, pada 2012 terjadi perubahan undang-undang yang meluas dan secara formal membuka negara kepada investor asing.

Pada tanggal 30 Maret 2012, majelis tinggi dan majelis rendah parlemen menyetujui revisi dua undang-undang pertanahan, Undang-undang Pertanian dan Undang-undang Lahan Kosong. Ini adalah Undang-Undang Penanaman Modal Asing baru yang mengizinkan 100 persen modal asing, dan masa sewa sampai 70 tahun.

Dibandingkan dengan pertambangan, sektor pertanian masih memiliki beberapa batasan dalam investasi asing karena pemerintah mempromosikan usaha patungan dengan pengusaha lokal. Namun, perusahaan asing sering menggunakan perusahaan lokal sebagai alat untuk investasi.

Saat ini era ekonomi baru pertambangan, kayu, proyek panas bumi. Pembangunan ekonomi mungkin memerlukan ini semua. Pembangunan ini membutuhkan banyak lahan. Ini berarti jutaan petani kecil harus kehilangan tempat tinggal dan tidak pernah diberi kompensasi.

Investasi langsung asing sekarang terkonsentrasi di sektor ekstraktif dan pembangkit tenaga listrik. Tidak banyak investasi baru yang masuk ke sektor seperti manufaktur yang bisa menghasilkan kelas pekerja yang kuat dan kelas menengah yang sederhana. Misalnya, proyek pipa Yadana di Myanmar memerlukan investasi lebih dari 1 miliar dolar AS namun hanya mempekerjakan 800 pekerja.

Penganiayaan minoritas Muslim Rohingya yang  brutal yang telah menyebabkan kekhawatiran besar di seluruh dunia. Namun, sesungguhnya yang terjadi di belakangnya, di Myanmar terjadi penggusuran petani kecil untuk memberi ruang bagi perampasan tanah secara besar-besaran.

Sejak investor asing memasuki negara tersebut, permintaan atas tanah telah menjadi faktor utama dalam konflik Myanmar. Selain Myanmar jadi perbatasan Asia terakhir untuk pembangunan perkebunan pertanian, pertambangan, dan ekstraksi air. Myanmar juga berada di antara dua negara terpadat di dunia, Cina dan India, keduanya lapar akan sumber daya alam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement