Senin 04 Sep 2017 07:17 WIB

Alqaidah Ancam Serang Myanmar untuk Dukung Rohingya

Red: Nur Aini
Pasukan Alqaidah (ilustrasi)
Foto: foreignpolicy.com
Pasukan Alqaidah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Pemimpin senior cabang Yaman Alqaida menyerukan serangan terhadap otoritas Myanmar untuk mendukung minoritas Muslim Rohingya. Hal itu menyusul ribuan orang Rohingya melarikan diri dari serangan yang mereka klaim dilakukan pemerintah terhadap desa mereka.

Sekitar 1,1 juta warga Rohingya, Myanmar, merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pemimpin Aung San Suu Kyi, yang dituduh oleh kritikus Barat gagal mendukung warga Muslim yang telah lama mengeluhkan penganiayaan. Dalam sebuah pesan video yang diluncurkan oleh media Alqaida, Malahem, Khaled Batarfi meminta umat Islam di sejumlah tempat untuk mendukung saudara Muslim Rohingya.

Batarfi, yang dibebaskan dari penjara Yaman pada 2015 ketika Alqaida di Jazirah Arab (AQAP) merebut kota pelabuhan Mukalla, juga mendesak cabang Alqaida India untuk melakukan serangan. Sekitar 58.600 Rohingya telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh dari Myanmar, menurut badan pengungsi PBB, UNHCR.

Pejabat Myanmar menuduh Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) membakar rumah-rumah. Kelompok tersebut mengaku bertanggung jawab atas serangan terkoordinasi terhadap pos keamanan pekan lalu yang memicu bentrokan dan serangan balik militer yang besar. Namun warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh mengatakan bahwa tentara Myanmar melakukan kampanye pembakaran dan pembunuhan untuk mengusir mereka.

Rohingya ditolak kewarganegaraannya di Myanmar dan dianggap sebagai imigran ilegal, meski mengklaim memiliki nenek moyang yang berabad-abad lalu. Bangladesh, lokasi lebih dari 400 ribu warga Rohingya hidup sejak mereka mulai melarikan diri dari Myanmar pada 1990-an, juga bersikap semakin bermusuhan kepada kelompok minoritas itu.

Sementara itu, hampir 60 ribu warga Rohingya menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar sejak pekan lalu. Hal itu menambah tekanan pada kelangkaan sumber daya yang dimiliki badan bantuan dan masyarakat setempat, yang sudah membantu ratus-ribuan pengungsi dari serangan sebelumnya di Myanmar. Informasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa di kabupaten Cox's Bazar di Bangladesh menyebut pekerja bantuan di wilayah tersebut mengatakan bahan untuk penampungan darurat, air bersih dan makanan, sangat dibutuhkan. Kepadatan pengungsi permukiman darurat menjadi masalah utama. Arus pengungsi juga menyulitkan pengenalan akan pendatang baru.

Selain itu, dengan 10 ribu orang lainnya saat ini terjebak di daerah tidak bertuan di antara kedua negara itu. Mereka memperkirakan lebih banyak orang menyeberangi perbatasan daripada saat kemelut pada musim gugur tahun lalu, saat lebih dari 70 ribu orang menyeberang.

Di samping itu, cadangan biskuit berenergi tinggi tidak cukup untuk makan semua pendatang baru, dan memberi beras untuk yang menyeberang sejak Oktober menemui masalah. Di antara pendatang baru, sekitar 16 ribu adalah anak usia sekolah dan lebih dari 5.000 berusia di bawah lima tahun, yang memerlukan vaksin. Jumlah anak-anak tanpa pendamping dan terpisah sangat tinggi dan banyak yang trauma dan kelaparan serta memerlukan makanan kering segera dan dukungan kejiwaan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement