REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan Iran mungkin akan meninggalkan kesepakatan nuklirnya dengan enam negara kekuatan dunia yang tercapai pada 2015. Hal itu akan dilakukan bila Amerika Serikat (AS) juga memutuskan untuk menarik diri dari kesepakatantersebut.
Jika Washington memutuskan untuk menarik diri darikesepakatan nuklir tersebut, maka Iran memiliki opsi untuk menarik diri danpilihan lainnya, ujar Zarif, dikutip dari Reuters, Jumat (29/9).
Ketegangan antara Iran dan AS terkait kesepakatan nuklir memang kembali terjadi. Hal ini disebabkan Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa kesepakatan yang tercapai pada era pemerintahan Barack Obama tersebutsebagai sebuah kekeliruan. Ia mengancam akan menarik AS dari kesepakatan tersebut.
Selain itu, ketika berpidato di Majelis Umum PBB beberapawaktu lalu, Trump juga menyinggung masalah proyek rudal dan nuklir Iran. Iamenuding Iran memiliki senjata rudal berbahaya. Ia pun menyebut Teheran sebagai aktor di balik kekerasan dan peperangan yang terjadi Yaman, Suriah, dan negara Timur Tengah lainnya.
Menanggapi pidato Trump tersebut, Presiden Iran Hassan Rouhani menilai Trump sebagai figur pendatang baru yang tengil. Menurutnya, penilaian dan pendekatan Trump terkait kesepakatan nuklir Iran sama sekali tak masuk akal.
"Semua negara di dunia mendukung kesepakatan nuklir di Majelis Umum PBB tahun ini, kecuali AS dan rezim Zionis (Israel)," ujar Rouhani beberapa waktu lalu.
Rouhani pun mengatakan bahwa negaranya akan memperkuat kemampuan rudalnya tanpa meminta izin dari negara manapun. "Kami akan memperkuat kemampuan rudal kami dan tidak akan meminta izin siapapun untuk membela negara kami. Kami akan meningkatkan kekuatan militer kami sebagai pencegah," ujarnya.