Senin 30 Oct 2017 13:26 WIB

Ribuan Warga Nasionalis dan Biksu Dukung Militer Myanmar

Rep: Crystal LiestiaPurnama/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara Myanmar (Ilustrasi)
Foto: Reuters
Tentara Myanmar (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Lebih dari 2.000 orang berbaris menggelar aksi demonstrasi di Yangon pada Ahad (29/10) waktu setempat. Mereka turun ke jalan untuk mendukung militer negara tersebut yang mendapat kritikan keras dari masyarakat internasional atas kekerasan terhadap ratusan ribu minoritas Muslim Rohingya di Rakhine utara.

Para demonstran membawa spanduk yang bertuliskan pujian untuk panglima militer Myanmar Min Aung Hlaing. Mereka juga mengkritik komunitas global karena menekan tentara atas perlakuan mereka terhadap etnis Rohingya. Para demonstran tersebut terdiri dari kaum nasionalis Buddha dan Biksu.

"Tatmadaw sangat penting bagi negara ini, melindungi kelompok etnis, ras dan agama kami," kata salah satu demonstran Nan Aye Kyi saat demonstrasi melewati Yangon. Tatmadaw adalah nama resmi angkatan bersenjata Myanmar.

"Saya ingin mendesak Anda untuk mendukung militer. Hanya jika militer diperkuat maka kedaulatan kita akan diamankan," kata seorang biksu nasionalis senior, Zagara,di hadapan banyak orang.

Myanmar berada di bawah kekuasaan militer selama 50 tahun sampai November 2010 ketika pemerintahan militer digantikan oleh pemerintahan sipil yang didukung militer baru.

Lebih dari 600 ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari perbatasan sejak tindakan keras dari militer mulai 25 Agustus. Sejak saat itu, tentara Myanmar dituduh membakar desa-desa etnis rohingya dan melakukan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pembunuhan dan perkosaan. PBB telah melabeli tindakan keras tentara tersebut sebagai contoh pembersihan etnis dalam buku teks sekolah.

Tekanan internasional meningkat pada pemerintahan Myanmar dan pemimpin de facto Aung San Suu Kyiyang telah dituduh menutup mata terhadap kekejaman yang dilakukan militer.

Meskipun ada tekanan internasional, dukungan untu Suu Kyi dan tindakan militer di Rakhine masih tetap tinggi di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Orang-orang di sana menganggao Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.

Seperti dilansir Asian Correspondent, Senin (30/10), lembaga pemerhati hak asasi manusia(HRW) mengecam demonstrasi tersebut. terutama dukungan terhadap Aung Hlaing. Direktur HRW Eropa Lotte Leich mencuitkan melalui akun Twitter-nya bahwa jenderal bertanggung jawab untuk kampanyr pembersihan etnis brutal melawan Rohingya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement