Senin 13 Nov 2017 07:23 WIB

Di Pertemuan ASEAN, Indonesia Perjuangkan Rohingya

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Elba Damhuri
Menlu Retno Lestari Priansari Marsudi.
Foto: Antara
Menlu Retno Lestari Priansari Marsudi.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -– Delegasi Indonesia membawa misi soal perdamaian dan nasib etnis Rohingya dalam Pertemuan ASEAN Political and Security Community (APSC) Council di Manila, Ahad (12/11). Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menekankan situasi di negara bagian Rakhine memerlukan komitmen dan tindakan yang konkret agar krisis kemanusiaan dapat segera diakhiri.

Menlu RI juga menegaskan, sudah waktunya bagi ASEAN untuk menunjukkan kepada masyarakat ASEAN dan dunia bahwa ASEAN dapat melindungi rakyatnya, serta mampu merespons tantangan di Asia Tenggara. Pada pertemuan APSC, Indonesia diwakili oleh Menko Polhukam Wiranto dan Menlu RI. APSC Council merupakan salah satu organ ASEAN yang memiliki mandat untuk mengoordinasikan badan-badan sektoran di bawah pilar politik keamanan ASEAN.

Pemerintah Indonesia mendorong Pemerintah Myanmar dan Bangladesh bekerja sama dalam upaya merepatriasi atau memulangkan para pengungsi Rohingya dari Bangladesh kembali ke Myanmar. "Diperlukan kerja sama antara Myanmar dan Bangladesh untuk menangani repatriasi pengungsi," kata Menlu Retno LP Marsudi di Manila, Filipina, kemarin.

Untuk itu, menurut dia, Pemerintah Indonesia terus mendorong agar Pemerintah Myanmar dan Bangladesh segera menyelesaikan dan menandatangani nota kesepahaman tentang repatriasi pengungsi dari Bangladesh kembali ke Myanmar.

"Kita menekankan bahwa semakin cepat draf MoU repatriasi ini ditandatangani mereka maka akan semakin baik. Maka kita dorong agar draf MoU repatriasi ini dapat segera ditandatangani," ujar dia.

Selain itu, Menlu juga menegaskan bahwa Indonesia akan terus mendorong kemajuan perbaikan keadaan di Rakhine, Myanmar. "Keinginan Indonesia itu untuk terus membantu proses perbaikan di Rakhine. Kita bisa saja setelah suasana tidak memanas lagi, kita tinggal, tetapi kita tidak seperti itu," ujarnya.

Sebelumnya, Menlu Retno Marsudi menyerahkan prakarsa Formula 4+1 kepada pemimpin Myanmar Daw Aung San Suu Kyi sebagai solusi untuk menangani krisis di negara bagian Rakhine. Solusi Formula 4+1 untuk Rakhine itu terdiri dari empat elemen utama, yaitu mengembalikan stabilitas dan keamanan; menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan; perlindungan kepada semua orang yang berada di negara bagian Rakhine, tanpa memandang suku dan agama; dan pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan.

Satu elemen lainnya adalah pelaksanaan rekomendasi Laporan Komisi Penasihat untuk Rakhine yang dipimpin mantan sekjen PBB Kofi Annan. Indonesia dan ASEAN terlibat dalam penyaluran bantuan kemanusiaan di Rakhine State. Mekanisme penyaluran bantuan dipimpin oleh Pemerintah Myanmar, tapi melibatkan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan beberapa negara, termasuk Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya.

Menyinggung krisis di Rakhine State, Menko Polhukam Wiranto menekankan perlunya upaya mencegah krisis ini menjadi sebuah bencana yang akan menjadi pintu masuk radikalisme dan terorisme. Mengacu pada aksi terorisme di Marawi, Filipina, ia menekankan ASEAN untuk selalu waspada dengan ancaman terorisme, khususnya peningkatan ancaman pejuang teroris asing dan terorisme lintas batas.

Sebelumnya, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menggelar pertemuan dengan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi di sela-sela acara KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Da nang, Vietnam, Jumat (10/11). Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk membahas krisis Rohingya.

Utusan khusus Kanada untuk Myanmar Bob Rae mengonfirmasi pertemuan tersebut. Menurut Rae, Trudeau sangat mencemaskan krisis Rohingya yang hingga saat ini masih berlangsung, termasuk soal kekerasan di negara bagian Rakhine. “Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan kepada Aung San Suu Kyi, banyak yang harus dilakukan untuk menghentikan pembantaian Muslim Rohingya,” kata Rae, dikutip laman Anadolu Agency, Sabtu (11/11).

Suu Kyi, kata Rae, merespons permintaan Trudeau dengan mengatakan bahwa dia telah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan krisis Rohingya. Menurut Suu Kyi, dia melakukan apa yang dia bisa dalam keadaan yang sulit.

(Kamran Dikarma, Tulisan diolah oleh Fitriyan Zamzami).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement