Kamis 16 Nov 2017 13:44 WIB

Tillerson: Sanksi ke Myanmar tak Selesaikan Krisis Rohingya

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson (kiri) dan Menlu Myanmar Aung San Suu Kyi saat konferensi pers bersama di Naypyitaw, Myanmar, Rabu (15/11).
Foto: AP Photo/Aung Shine Oo
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson (kiri) dan Menlu Myanmar Aung San Suu Kyi saat konferensi pers bersama di Naypyitaw, Myanmar, Rabu (15/11).

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan dia belum akan memberikan sanksi kepada Myanmar terkait krisis pengungsi Rohingya. Namun, dia telah meminta penyelidikan independen yang kredibel atas tuduhan tentara Myanmar melakukan kekejaman terhadap minoritas Muslim tersebut.

Tillerson melakukan perjalanan satu hari ke Myanmar untuk bertemu dengan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan panglima militer Min Aung Hlaing, pada Rabu (15/11). Setelah pertemuan itu, ia mengatakan, sanksi ekonomi bukan solusi yang disarankan untuk saat ini.

"Kami ingin melihat Myanmar berhasil. Anda tidak bisa menjatuhkan sanksi dan mengatakan krisis sudah berakhir," katanya kepada wartawan dalam konferensi pers bersama Suu Kyi.

Namun dia mengatakan Washington sangat prihatin dengan laporan mengenai adanya kekejaman yang meluas oleh pasukan keamanan dan warga Myanmar. AS mendesak Myanmar untuk menerima penyelidikan independen atas tuduhan tersebut. "Adegan yang terjadi di luar sana sangat mengerikan," tambah Tillerson, dikutip South China Morning Post.

Pemerintahan Suu Kyi menolak laporan tentang kekejaman pemerintah dan tak mau memberikan masukan kepada penyelidik PBB. Washington telah berhati-hati untuk mengkritik pemerintahan sipil Suu Kyi yang berusia masih muda, serta militer yang mengendalikan semua kebijakan keamanan.

"Saya tidak diam. Orang mengatakan kata-kata saya tidak menarik. Tapi saya tidak ingin mengatakan sesuatu yang menarik, saya mengatakan sesuatu yang akurat, agar orang tidak saling bertengkar," jelasnya.

AS adalah sekutu utama dalam transisi demokrasi Myanmar yang pada akhirnya membawa Suu Kyi ke jabatan state counselor pada 2016. Hal ini mengakhiri lima dekade peraturan junta di Myanmar.

Di bawah konstitusi yang dirancang junta militer, mereka mengendalikan kementerian keamanan, termasuk perbatasan dan pertahanan. Mereka juga mempertahankan hak veto secara de facto pada setiap perubahan konstitusional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement