Senin 20 Nov 2017 10:32 WIB

Cina Beri Solusi Atasi Krisis Rohingya pada Suu Kyi

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ani Nursalikah
 Tentara Bangladesh memeriksa seorang pengungsi Muslim Rohingya yang menggendong anaknya yang sakit, sebelum mengizinkannya masuk menuju kamp pengungsian di Palong Khali, Bangladesh.
Foto: AP/Dar Yasin
Tentara Bangladesh memeriksa seorang pengungsi Muslim Rohingya yang menggendong anaknya yang sakit, sebelum mengizinkannya masuk menuju kamp pengungsian di Palong Khali, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Cina mendesak dunia internasional membantu penyelesaian konflik yang terjadi di Rakhine, Myanmar. Cina juga meminta dunia turut serta memerangi kemiskinan di kawasan tersebut.

Hal itu diungkapkan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi saat bertemu dengan Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Htin Kyaw dan pemimpin militer Min Aung Hlaing. Dalam pertemuan tersebut Cina menawarkan solusi bertahap terkait konflik Rohingya.
 
"Pertama kita harus mengadakan gencatan senjata untuk mengembalikan pemerintahan dan stabilitas sehingga warga bisa berhenti mengungsi dan hidup dengan damai," kata Wang Yi seperti dilaporkan Washington Post, Senin (20/11).
 
Wang mengatakan, langkah setelahnya adalah semua pihak harus membantu konsultasi pemulangan pengungsi dari Bangladesh ke Myanmar berdasarkan asas persamaan. Tahap terakhir, dunia harus membantu pengembangan kawasan Rakhine.
 
Wang mengatakan, Rakhine merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya namun tidak dikembangkan secara memadai. Wang mengungkapkan Cina siap mengucurkan dana dan berinvestasi untuk memerangi kemiskinan di daerah tersebut.
 
Tawaran Cina agaknya disambut baik oleh Suu Kyi, yang membuka hubungan kedua negara tersebut. Dia mengatakan Cina merupakan negara yang tidak jauh berbeda dengan Myanmar.
 
"Cina dan Myanmar memiliki ukuran dan kekuatan yang sangat berbeda tapi jika menyangkut saling pengertian, kedua negara memiliki pemahaman yang sama," katanya.
 
Lebih dari 600 ribu minoritas Rohingya di Myanmar mengungsi ke Bangladesh setelah operasi militer di Rakhine pada Agustus lalu. Hal tersebut menyedot perhatian dunia dan disebut sebagai genosida abad 21. Sejumlah pelanggaran HAM ditemukan dalam konflik tersebut.
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement