Rabu 27 Dec 2017 04:30 WIB

Amerika Beri Sanksi Pejabat Korut Atas Program Nuklir

Rep: Dian Erika/ Red: Dwi Murdaningsih
Citra satelit yang menunjukkan lokasi reaktor nuklir Korea Utara (Korut) Yongbyon.
Foto: reuters
Citra satelit yang menunjukkan lokasi reaktor nuklir Korea Utara (Korut) Yongbyon.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS), mengumumkan sanksi kepada dua pejabat Korea Utara, Selasa (26/12). Keduanya dianggap berperan dalam mengembangkan rudal balistik di negara tersebut.

Pemberian sanksi ini merupakan langkah terakhir dalam sebuah kampanye menekan Korut untuk melepaskan program nuklir dan misilnya. Departemen Keuangan AS menyebut dua pejabat tersebut sebagai Kim Jong Sik dan Ri Pyong Chol.
 
Kim dilaporkan merupakan tokoh kunci dalam upaya Korea Utara untuk mengalihkan program misilnya dari bahan cair ke bahan bakar padat. Sementara Ri dilaporkan menjadi pejabat kunci yang terlibat dalam pengembangan rudal balistik antar benua (ICBM) di negara tersebut.
 
"Kami menargetkan para pemimpin program rudal balistik Korea Utara, sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum kami untuk mengisolasi (Korea Utara) dan mencapai Semenanjung Korea yang sepenuhnya denuklirisasi," kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilansir dari Reuters, Rabu (27/12).
 
"Tindakan ini mengikuti Resolusi Dewan Keamanan PBB hari Jumat (22/12), yang memberlakukan sanksi baru dan kuat terhadap Korea Utara yang selanjutnya menutup kemampuannya untuk mengumpulkan dana terlarang," lanjut Steven.
 
Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi baru terhadap Korea Utara pekan lalu atas sebuah uji ICBM baru-baru ini. Sanksi tersebut berusaha membatasi akses negara tersebut ke produk minyak bumi dan minyak mentah dan pendapatannya dari pekerja di luar negeri.
 
Korea Utara, yang telah bekerja untuk mengembangkan rudal bertingkat nuklir yang mampu menyerang AS, menyatakan langkah-langkah tersebut untuk menjadi tindakan perang dan setara dengan blokade ekonomi yang menyeluruh terhadap mereka.
 

 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement