REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kamran Dikarma
Lebih dari 1.000 orang tewas dalam insiden di Ayodhya 25 tahun silam.
Pada 6 Desember 1992, terjadi tragedi mematikan di Masjid Babri, Ayodhya, India. Peristiwa berdarah itu baru saja diperingati untuk yang ke-25 tahun. India memiliki kisah unik terkait warga Muslimnya. Jika di sisi lain warga berhasil merajut harmoni, letupan tetap tak lenyap.
Bharatiya Janata Party (BJP) adalah satu dari dua partai politik terbesar di India dalam hal perwakilan di parlemen dan majelis negara. BJP adalah partai sayap kanan yang kebijakannya secara historis mencerminkan posisi nasionalis Hindu.
Asal muasal lahirnya BJP dimulai dari pendirian Bharatiya Jana Sangh pada 1951 oleh Syama Prasad Mookerje. Setelah keadaan darurat pada 1977, Jana Sangh bergabung dengan beberapa pihak lain untuk membentuk Partai Janata. Partai ini kemudian mengalahkan Partai Kongres yang berkuasa dalam pemilu 1977.
Setelah tiga tahun berkuasa, Partai Janata bubar pada 1980. Namun, anggota Jana Sangh berkumpul kembali untuk membentuk BJP. Setelah kemenangan dalam beberapa pemilu, BJP menjadi partai besar di parlemen pada 1996.
Pada 2014, Narendra Modi berhasil membawa BJP memenangkan pemilu dengan hasil telak. Hasil itu kemudian mengantarkan Modi menduduki kursi perdana menteri. Muncul kekhawatiran setelah Modi menjadi pemimpin negara tersebut, terutama dari kalangan Muslim.
Salah satu penyebabnya adalah karena dugaan keterlibatannya dalam kasus pembongkaran Masjid Babri di Ayodhya yang menyebabkan konflik dan menewaskan lebih dari 1.000 Muslim. Kasus itu bermula dari kampanye yang digencarkan oleh Vishwa Hindu Parishad (VHP) pada awal 1980-an.
Kala itu, VHP menyuarakan tentang perlunya membangun sebuah kuil yang didedikasikan untuk dewa Hindu Rama di lokasi berdirinya Masjid Babri. Mereka percaya, sebelum Masjid Babri didirikan oleh Kaisar Mughal Babur pada 1527, terdapat sebuah kuil di sana. Tempat berdirinya Masjid Babri diyakini pula sebagai tempat kelahiran Rama. VHP mengklaim kuil tersebut telah dibongkar untuk mendirikan masjid.
BJP mendukung dan menyokong kampanye yang disuarakan VHP. Kampanye tersebut dimanfaatkan BJP untuk menjaring dukungan dan suara publik karena 80 persen penduduk India beragama Hindu.
Buntut dari serangkaian kampanye VHP adalah bergeraknya ratusan ribu massa nasionalis Hindu ke Ayodhya dengan tujuan menyerang dan menghancurkan Masjid Babri pada Desember 1992. Lebih dari 1.000 Muslim tewas akibat peristiwa kelam tersebut. Peristiwa itu juga menjadi konflik agama terburuk sejak kemerdekaan India pada 1947.
Kendati demikian, organisasi nasionalis Hindu di seluruh India merayakan hari penghancuran Masjid Babri sebagai Sharuya Diwas (Hari Kemenangan). "Kami telah merayakan hari kemenangan selama 24 tahun terakhir sejak bangunan (Masjid Babri) itu hancur. Wajar saja kita merayakannya," kata Sekretaris Jenderal Gabungan Pakar Paroki Hindu Vishwa Surendra Jain pada Desember 2017, dikutip laman Aljazirah.
Jain menilai peristiwa penghancuran Masjid Babri adalah kemuliaan, keberanian, dan kekuatan bagi umat Hindu. "Ini adalah kebanggaan tersendiri bagi kita bahwa candi Hindu akan dibangun di tempat itu. Sudah banyak penundaan, sekarang kita tidak bisa menunda lagi," ujarnya.
Anggota Komite Aksi Masjid Babri Zafaryab Jilani yang telah memperjuangkan kasus Masjid Babri atas nama umat Islam menolak segala pembicaraan dan negosiasi di luar pengadilan. "Ketika mereka berbicara tentang solusi, mereka bermaksud kita harus menyerahkan klaim kita dan ini tidak mungkin. Itu tidak akan pernah terjadi, kita tidak akan menyerah," katanya.
Perselisihan hukum atas situs Masjid Babri telah berjalan selama 60 tahun. Pada 2010, Pengadilan Tinggi Allahabad sempat memutuskan bahwa umat Hindu berhak mendapatkan dua pertiga lahan dari luas area 2,77 hektare di situs Masjid Babri berdiri, sedangkan satu pertiga sisanya diberikan kepada umat Islam. Namun, keputusan itu ditolak oleh kedua belah pihak.
Sebuah laporan yang disusun Hakim Manmohan Singh Liberhan menemukan, 68 orang bertanggung jawab atas pecahnya konflik Masjid Babri. Kebanyakan dari mereka adalah pemimpin BJP. Nama Modi pun sempat disebut-sebut, tetapi ia berhasil lolos dari jeratan hukum.
Oleh sebab itu, ketika Modi terpilih sebagai perdana menteri India pada 2014, cukup banyak kalangan masyarakat, khususnya umat Islam, yang khawatir. Mereka cemas Modi akan menerapkan kebijakan yang semangatnya anti-Islam.
(Pengolah: yeyen rostiyani).