REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB kembali mengutuk rencana Israel meratakan sebuah desa di Palestina, Rabu (22/2). Desa Bedouin yang terletak di daerah okupasi Tepi Barat itu, jadi sasaran selanjutnya pemerataan pembangunan Israel.
"Ini tidak bisa diterima, ini harus dihentikan," kata Koordinator kemanusiaan untuk wilayah Palestina PBB, Robert Piper, dikutip Aljazirah. Rencana tersebut mengancam sekitar 140 bangunan termasuk sekolahan.
Piper mengunjungi desa yang disebutnya sebagai salah satu wilayah paling rawan di Tepi Barat. Komunitas di desa Khan al-Ahmar masih berusaha memperlayak hidup mereka sementara Israel terus menekan untuk pindah.
Pejabat Israel mengeluarkan perintah penghancuran terhadap 140 struktur bangunan sejak pekan lalu. "Dalam beberapa hari terakhir, perintah meruntuhkan konstruksi ditujukan untuk bangunan ilegal di Khan al-Ahmar," kata Kementerian Pertahanan Israel.
Menurut PBB, Israel mengancam hampir semua bangunan di sana akan diratakan dengan tanah. Israel selalu menggunakan alasan yang sama di setiap rencana penghancuran, yakni bangunan-bangunan tersebut tidak memiliki izin. PBB mengatakan, ada 46 komunitas di Tepi Barat bagian tengah yang berisiko dipindahkan. Jumlahnya mencapai sekitar 7.000 penduduk.
Dilansir Times of Israel, upaya pembongkaran konstruksi di Khan al-Ahmar sudah dimulai sejak Ahad lalu. Desa dekat Ma'ale Adumim itu adalah rumah bagi sekitar 100 orang. Hanya wilayah tersebut yang memiliki sekolah untuk Bedouin.
Otoritas Israel melakukan pembongkaran secara berkala sehingga tidak terlalu menarik perhatian. Bulan lalu, otoritas menyicil menghancurkan 10 struktur bangunan di sana.
Selain PBB, Uni Eropa juga menyeru Israel untuk menghentikan rencananya. Piper mengunjungi Khan al-Ahmar bersama Director of UN Relief and Works Agency Scott Anderson.
Anderson mengatakan desa Bedouin itu bukan satu-satunya area terancam. "Ada ribuan keluarga yang hidup dalam ketakutan pembongkaran," kata dia.
Anderson memperingatkan Israel untuk segera menghentikan aksi yang akan membuat banyak orang kehilangan rumahnya. Sehingga gelombang pengungsi tidak akan terbendung di kemudian hari.