Kamis 01 Feb 2018 05:35 WIB

PBB: 200 Perusahaan Miliki Kaitan dengan Pendudukan Israel

Perusahaan yang masuk dalam data PBB itu bisa jadi target boikot dan divestasi.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Reiny Dwinanda
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengidentifikasi ada 206 perusahaan yang menjalankan bisnis terkait dengan pendudukan Israel di Tepi Barat. Informasi itu diungkapkan berbarengan dengan seruan untuk menghindari keterlibatan dalam pelanggaran yang meluas terhadap warga Palestina.

 

Laporan PBB ini terbilang sensitif secara politik karena perusahaan-perusahaan yang masuk dalam data PBB tersebut bisa jadi target boikot dan divestasi. Laporan itu juga dapat digunakan untuk menekan pebisnis agar melepaskan diri dari program okupasi Israel yang dipandang dunia sebagai aksi ilegal.

 

''Sebanyak 144 perusahaan berdomisili di Israel dan 22 di AS. Sisanya berdomisili di 19 negara lain, termasuk Jerman, Belanda, Prancis, dan Inggris'' ungkap Kantor HAM PBB dalam pernyataannya seperti dikutip Reuters, Rabu (31/1).

 

"Bisnis memainkan peran sentral dalam melanjutkan pembentukan, pemeliharaan dan perluasan permukiman Israel," kata laporan PBB.

 

"Dengan berbuat demikian, mereka berkontribusi terhadap penyitaan tanah Israel, memfasilitasi pemindahan penduduknya ke Wilayah Pendudukan Palestina, dan terlibat dalam eksploitasi sumber daya alam Palestina," ungkap laporan PBB.

 

Tim penyusun tidak mencantumkan nama-nama perusahaan yang berafiliasi dengan program Israel. Data lebih lanjut masih terus ditelusuri. 

Mereka menyebutkan laporan ini hanya untuk mengumpulkan basis data, bukan mengupayakan proses hukum. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi bisnis yang terlibat dalam pembangunan permukiman, sistem keamanan, jada transportasi, dan layanan keuangan yang tersangkut isu HAM.

 

Laporan tersebut menyatakan, semua tindak kekerasan terkait permukiman Israel di Palestina bersifat masif dan destruktif serta menyasar semua sendi kehidupan Palestina. Termasuk di dalamnya adalah pembatasan kemerdekaan dan kebebasan beragama, pendidikan serta larangan mengakses tanah, air, serta kehidupan.

 

Israel mengecam laporan tersebut. Dubes Israel Aviva Raz Shechte mengatakan pemerintahnya tak ingin Kantor HAM PBB berada di garis depan gerakan boikot, divestasi, sanksi. 

 

Dewan HAM PBB saat pada Maret 2016 meluncurkan inisiatif meminta berbagai negara yang dipimpin Pakistan membuat daftar hitam. Israel juga menuduh 47 negara anggota Dewan HAM PBB menentang Israel. Perwakilan Israel di Genewa mengatakan pihaknya tengah menyiapkan respon atas laporan Kantor HAM PBB tersebut.

 

''Kami harap kerja kami mengosolidasi dan mengkomunikasikan informaai dalam basis data tersebut akan membantu negara dan perusahaan terkait lebih taat kepada aturan intenasional,'' ungkap Komisioner Tinggi Kantor HAM PBB Zeid Ra'ad al-Hussein.

 

Kantor HAM PBB meyakini, laporan ini akan jadi bahan perdebatan dalam sesi utama sidang tahunan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss pada 26 Februari hingga 23 Maret mendatang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement