Rabu 30 May 2018 03:00 WIB

Argentina Diminta Batalkan Pertandingan Bola dengan Israel

Bulan depan, Argentina akan memainkan laga persahabatan dengan Israel di Yerusalem.

Rep: Sri Handayani/ Red: Reiny Dwinanda
Asosiasi Sepak Bola Argentina (AFA)
Foto: taringa.net
Asosiasi Sepak Bola Argentina (AFA)

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Asosiasi Sepak Bola Palestina (PFA) mendesak Argentina untuk membatalkan pertandingan sepak bola persahabatan melawan Israel. Laga tersebut dijadwalkan akan dimainkan di Yerusalem bulan depan.

Presiden PFA Jibril Rajoub memprotes pemilihan tempat tersebut melalui surat yang dikirim Senin (27/5) kepada Asosiasi Sepak Bola Argentina, Konfederasi Sepak Bola Amerika Selatan, dan badan sepak bola dunia FIFA. Rajoub mengatakan, Israel mempolitisasi kegiatan olahraga dengan menjadi tuan rumah pada 9 Juni di Stadion Teddy.

Arena olahraga itu pernah menjadi rumah bagi warga desa Palestina sebelum dihancurkan oleh pasukan Israel pada 1948 atau selama pembentukan negara Israel. "Israel, kekuatan penjajah, telah (bertindak) bertentangan dengan nilai-nilai universal dan norma-norma yang mengatur prinsip-prinsip olahraga," ujar Rajoub.

Ia mengatakan bahwa pertandingan itu akan mengorbankan reputasi olahraga dan moral Argentina. Rajoub menyebut, Israel juga menyesatkan masyarakat Argentina dengan mempromosikan kota Yerusalem bagi orang-orang Yahudi.

Penyelenggara pertandingan persahabatan itu, Daniel Benaim, mengatakan ada lebih dari 600 ribu orang telah menyatakan minat untuk membeli tiket. Padahal, Stadion Teddy hanya memiliki kapasitas tempat duduk untuk 31.733 orang.

Argentina dijadwalkan bertanding di Piala Dunia FIFA yang akan diselenggarakan di Rusia tahun ini. Pertandiangan itu akan dimulai pada 14 Juni. Sementara, Israel gagal lolos ke turnamen tersebut.

Bulan lalu, Gerakan Boikot Divestasi dan Sanksi (BDS) meluncurkan kampanye mendesak Argentina untuk keluar dari pertandingan persahabatan dengan Israel. BDS merupakan gerakan yang menuntut diakhirinya pendudukan Palestina, persamaan hak untuk warga Palestina Israel, dan hak untuk kembali bagi semua pengungsi Palestina ke rumah mereka.

Senada dengan Rajoub, BDS mengkritik pertemuan itu sebagai politisasi. BDS menuduh para pejabat Israel menggunakannya untuk menutupi serangan terhadap warga Palestina di dalam dan di luar lapangan.

"Tidak ada yang 'ramah' tentang pendudukan militer dan aparteit. Jangan bertanding dengan Israel sampai hak asasi manusia warga Palestina dihormati," kata gerakan itu.

Israel menganggap BDS sebagai organisasi anti-Yahudi.

Sementara, kini setengah wilayah Yerusalem telah diduduki dan dianeksasi oleh Israel setelah Perang Arab-Israel 1967. Israel mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kota "bersatu", sedangkan para pemimpin Palestina melihat Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina di masa depan.

Awal bulan ini, Amerika Serikat memindahkan kedutaannya ke kota dari Tel Aviv. Hal ini memicu kemarahan warga Palestina. Langkah itu dilakukan di tengah serangkaian demonstrasi selama tujuh pekan- yang dikenal sebagai Great March of Return-di sepanjang pagar Gaza. Kebijakan ini dikecam baik secara regional maupun internasional.

Kementerian Kesehatan Palestina, seperti dikutip Aljzirah, melaporkan pasukan Israel telah menewaskan 123 orang Palestina dan melukai 13.000 lainnya sejak protes dimulai pada 30 Maret. Kepala hak asasi manusia PBB Zeid Ra'ad al-Hussein mengatakan pasukan Israel menanggapi protes dengan cara yang tidak proporsional. Ia menyerukan penyelidikan internasional terhadap kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement