REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pemimpin oposisi Suriah mulai meninggalkan pembicaraan Jenewa setelah terjadi serangan udara ke sebuah pasar di Maaret al-Numan, Suriah, Selasa (20/4). Serangan itu menewaskan puluhan orang.
"Terdapat kekerasan mematikan sejak gencatan senjata Suriah berlaku pada Februari 2016, bom yang diduga dilemparkan rezim menghantam sebuah pasar di Kota Maaret al-Numan dan menewaskan sedikitnya 37 warga sipil,’’ kata kelompok pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (20/4).
Rekaman menunjukkan tubuh berlumuran darah berada di antara kios-kios di pasar antara jalan yang penuh dengan buah dan sayuran. Selain itu, kata observatorium, serangan lainnya terjadi di pasar ikan di kota terdekat Kafranbel yang menewaskan tujuh warga sipil. Serangan terjadi di Provinsi Idlib yang berada di bawah kendali militan front Al-Nusra.
Kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan Al-Nusra memang tidak disertakan dalam kesepakatan gencatan senjata. Namun, Rezim pasukan Suriah terus melakukan serangan di daerah-daerah di bawah kendalinya.
Oposisi Komite Negosiasi Tinggi (HNC) mengutuk serangan di Maaret al-Numan. HNC menyebutnya sebagai pembantaian dan jelas melanggar gencatan senjata.
"Ini adalah eskalasi berbahaya situasi yang sudah rapuh. Ini menunjukkan penghinaan bagi seluruh masyarakat internasional pada saat seharusnya terjadi penghentian permusuhan," kata juru bicara HNC Salem al-Meslet.
Baca juga, 10 Faksi Utama Suriah yang Ingin Jatuhkan Assad.