Senin 04 Dec 2017 08:13 WIB

Abbas Ingatkan Pemimpin Dunia Soal Bahaya Pernyataan Trump

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Joko Sadewo
Masjidil Haram Yerusalem
Foto: muhammad subarkah
Masjidil Haram Yerusalem

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas berusaha mengumpulkan dukungan diplomatik di menit-menit terakhir untuk membujuk Presiden AS Donald Trump agar tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Trump dikabarkan akan mengumumkan pernyataan kontroversial itu dalam sebuah pidato pekan ini.

Menurut seorang juru bicara, Abbas mengadakan serangkaian panggilan telepon pada Ahad (3/12) dengan para pemimpin dunia. Ia menjelaskan bahaya dari keputusan Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Langkah Amerika yang terkait dengan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, atau memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem, merupakan ancaman bagi masa depan proses perdamaian dan tidak dapat diterima oleh orang-orang Palestina, Arab, dan internasional," ujar Abbas, dikutip The Guardian.

Seruan Abbas sejauh ini telah disampaikan ke sejumlah pemimpin Arab, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Abbas khawatir seruan Palestina tidak akan dipertimbangkan oleh Gedung Putih.

Kantor berita Turki, Anadolu, melaporkan Erdogan mengatakan kepada Abbas, negara Palestina yang merdeka harus memiliki Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Abbas juga mengatakan akan mengupayakan pertemuan dengan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Liga Arab untuk membahas masalah tersebut.

Yordania, Presiden Liga Arab saat ini, akan mengundang anggota OKI dan Liga Arab untuk bersidang jika pengakuan AS terhadap Yerusalem diperpanjang. Mereka akan membahas cara-cara untuk menghadapi konsekuensi dari keputusan semacam itu yang akan menimbulkan kekhawatiran.

"Hal ini pada akhirnya dapat menghambat semua upaya perdamaian dan memiliki risiko yang sangat tinggi untuk memprovokasi negara-negara Arab dan Muslim, serta komunitas Muslim di Barat," kata seorang diplomat Yordania.

Trump mungkin akan mengakui Yerusalem secara sepihak saat ia tengah mempertimbangkan apakah akan memperpanjang pengabaian pemindahan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, selama enam bulan. Yerusalem selama ini diharapkan dapat menjadi ibu kota negara Palestina yang merdeka di masa depan.

Batas waktu Trump untuk menandatangani pengabaian pemindahan itu jatuh pada Senin (4/12). Namun menantu sekaligus penasihatnya, Jared Kushner, pada Ahad (3/12) malam mengatakan Trump masih belum memutuskan apa yang harus dilakukan.

Kushner mengatakan presiden Trump masih mempertimbangkan sejumlah fakta. Ia berbicara untuk pertama kalinya di depan publik tentang perannya dalam proses perdamaian Timur Tengah, di Forum Saban di Washington.

Pekan lalu, Gedung Putih telah mendapat peringatan dari pejabat kebijakan luar negeri dan pejabat keamanan AS mengenai risiko terhadap diplomasi dan keamanan AS di wilayah itu jika memindahkan kedutaan.

Berbicara kepada Fox News pada Ahad (3/12), Penasihat Keamanan Nasional Trump, HR McMaster, mengatakan ia telah mempresentasikan kepada Trump sejumlah opsi mengenai masalah ini.

"Ada beberapa opsi terkait perpindahan kedutaan di masa depan, yang menurut saya bisa Anda gunakan untuk mendapatkan momentum menuju kesepakatan damai, dan sebuah solusi yang sesuai untuk Israel dan Palestina," kata McMaster.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement