REPUBLIKA.CO.ID,SANAA -- Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mencatat, pertempuran yang terjadi di Ibu Kota Yaman, Sanaa, dalam sepekan terakhir, telah menyebabkan sedikitnya 234 orang tewas dan 383 lainnya luka-luka. Pertempuran yang terjadi antara pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi dengan milisi Houthi kian sengit setelah tewasnya mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh pada Senin (4/12).
Direktur Regional ICRC untuk Timur Tenghah Robert Mardini mengatakan, saat ini pihaknya sedang berupaya untuk menyelamatkan dan merawat para korban akibat pertempuran tersebut. "Tim ICRC kami sekarang melakukan semua yang mereka bisa untuk memasokl rumah sakit dengan obat-obatan, material bedah, dan bahan bakar," ujar Mardini pada Selasa (5/12).
Jumlah korban tewas akibat pertempuran di Sanaa meningkatkan hampir 100 persen hanya dalam jangka waktu satu hari. Sebelumnya, pada Senin (4/12), ICRC mengatakan, jumlah korban tewas akibat pertempurann di Sanaa berjumlah 125 orang, sedangkan korban luka mencapai 238 orang.
Pertempuran di Sanaa berkecamuk setelah insiden pembunuhan mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh. Saleh merupakan presiden pertama Yaman yang juga sekutu milisi Houthi.
Ia merupakan tokoh yang berjasa menyatukan Yaman Utara dan Yaman Selatan pada 1990. Pada 2011, setelah sekitar 33 tahun berkuasa, rakyat Yaman beruduyun-duyun turun ke jalan menuntut pengunduran dirinya. Saleh dituding melakukan korupsi, penggelapan uang, dan pemerasan. Masa-masa itu Yaman mengalami pergolakan ekonomi terbesar. Inflasi meningkat, pun dengan angka pengangguran.
Gelombang demonstrasi yang kian merebak akhirnya memaksa Saleh meninggalkan jabatannya. Pada 2012, ia digantikan oleh calon presiden tunggal Yaman, yang juga wakilo Saleh, yakni Abd Rabbou Mansour Hadi. Berdasarkan kesepakatan dengan Dewan Kerja Sama Teluk, Hadi dipercaya menjadi presiden Yaman hingga dua tahun berikutnya.
Pada momen ini, pemberontak Houthi dan simpatisan Saleh yang sakit hati atas pelengseran pemimpinnya bekerja sama untuk melawan pasukan loyalis Hadi. Pada September 2014, Houthi yang didukung Iran mengambil alih ibu kota Yaman, Sanaa.
Arab Saudi, sebagai negara yang bertetangga langsung dengan Yaman merasa terancam dengan berkembangnya pengaruh Iran di negara tersebut. Saudi pun mulai menggempur Yaman untuk menumpas Houthi.
Peperangan antara Houthi dan pasukan koalisi pimpinan Saudi mengakibatkan Yaman dilanda krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Jutaan orang mengungsi, kelaparan, tak memiliki akses terhadap air bersih, serta terserang penyakit kolera.
Setelah perang memporak-porandakan negara tersebut, awal Desember lalu, Saleh, sebagai salah satu tokoh yang telah bersekutu dengan Houthi, menyatakan bersedia untuk bernegosiasi dengan Saudi guna mengakhiri peperangan dan blokade. Houthi menganggap Saleh sebagai pengkhianat dan kemudian membunuhnya.