REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pasukan keamanan Mesir menahan mantan kandidat presiden Muslim Mesir Abdel Moneim Abol Fotouh. Aboul Fotouh diduga memiliki kontak dengan organisasi Ikhwanul Muslimin yang dilarang.
Seperti dilaporkan kantor berita negara MENA, Rabu(14/2) waktu setempat, penegak keamanan negara tersebut memerintahkan penangkapan Aboul Fotouh dan beberapa pemimpin kuat partai Mesir yang terkait dengan kelompok tersebut. Dia adalah salah satu kandidat presiden tingkat tinggi dalam pemilihan negara itu setelah pemberontakan 2011, yang mendapatkan 18 persen suara di putaran pertama.
Penangkapan tersebut beberapa pekan sebelum pemilihan presiden di mana Presiden Abdel Fatah al-Sisi mencalonkan lagi dalam sebuah pertarungan melawan seorang politisi yang belum terlalu dikenal. Ini juga terjadi dua hari setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson menyerukan pemilihan yang bebas dan adil selama kunjungan pertamanya ke negara tersebut.
Keponakan Aboul Fotouh, Sanaa Ahmed, mengatakan kepada Reuters bahwa puluhan polisi berpakaian sipil datang ke rumah tersebut dengan surat perintah penangkapan dan membawanya pegi pada Rabu (14/2) malam waktu setempat.
Mesir melarang Ikhwanul Muslimin sejak 2013 setelah tentara yang dipimpin oleh presiden yang diangkat secara umum Al-Sisi menggulingkan Presiden Mohammed Mursi, seorang anggota senior Ikhwan di Mesir.
Sementara Aboul Fotouh keluar dari Ikhwanul Muslimin pada 2011 untuk mencalonkan diri sebagaipresiden secara independen dan telah menjauhkan diri dari gerakan Islam sejak saat itu. Wakil partai Aboul Fotouh, Mohamed al-Qassas, ditahan pekan lalu dan ditahan sambil menunggu penyelidikan, menurut laman Facebook partai tersebut. Partai tersebut mengecam penangkapan itu dan mengkritik apa yang mereka sebut penargetan sistematis para politisi oposisi pada awal pekan ini.
Pada Selasa (13/2), 13 kelompok hak asasi lokal dan internasional mengecam pemilihan presiden Maret nanti dengan mengatakan bahwa pemilihan tersebut tidak akan bebas dan adil. Pemerintah Mesir mengklaim berada dalam transisi demokrasi namun bergerak lebih jauh dengansetiap pemilihan, kata pernyataan kelompok tersebut.
Meskipun Komisi pemilihan negara telahberjanji untuk menjalankan pemungutan suara sesuai dnegan prinsip independensi,transparansi dan objektivitas.