Ahad 05 Feb 2023 06:45 WIB

Iran Diduga Retas Majalah Satir Prancis Charlie Hebdo

Charlie Hebdo diretas usai menerbitkan kartun pemimpin Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Iranian demonstrators show photos of the Supreme Leader Ayatollah Ali Khamenei on the screen of their cellphones during their protest against cartoons published by the French satirical magazine Charlie Hebdo that lampoon Iran
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
Iranian demonstrators show photos of the Supreme Leader Ayatollah Ali Khamenei on the screen of their cellphones during their protest against cartoons published by the French satirical magazine Charlie Hebdo that lampoon Iran

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tim peretas yang didukung pemerintah Iran diduga mencuri dan membocorkan data pelanggan pribadi milik majalah satir Prancis, Charlie Hebdo. Peneliti keamanan di Microsoft pada Jumat (3/2/2023) mengatakan, majalah itu diretas pada awal Januari setelah menerbitkan serangkaian kartun yang secara negatif menggambarkan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei.  

"Peretasan dan kebocoran yang menargetkan Charlie Hebdo adalah bagian dari operasi pengaruh digital yang lebih luas dengan teknik yang cocok dengan aktivitas, yang diidentifikasi sebelumnya terkait dengan tim peretasan yang didukung negara Iran," kata peneliti Microsoft dalam sebuah laporan. 

Baca Juga

Microsoft mengatakan, kelompok peretas yang bertanggung jawab sama dengan kelompok yang sebelumnya melakukan "kampanye multifaset" untuk ikut campur dalam Pemilihan Presiden AS 2020, dan diidentifikasi oleh pejabat Departemen Kehakiman AS. Pada saat itu, Iran membantah tuduhan tersebut.

Di tengah kritik Iran terhadap kartun Khamenei, sekelompok peretas yang menyebut diri mereka "Holy Souls" membuat pernyataan di forum online bahwa mereka memiliki akses nama dan detail kontak terhadap lebih dari 200.000 pelanggan Charlie Hebdo. Dalam pernyataan tersebut, mereka mengatakan akan menjual informasi data pelanggan Charlie Hebdo seharga 20 bitcoin atau 470 ribu dolar AS. Sampel data yang bocor kemudian dirilis dan diverifikasi keasliannya oleh surat kabar Prancis, Le Monde.

"Informasi ini yang diperoleh aktor Iran, dapat menempatkan pelanggan majalah tersebut dalam risiko online atau penargetan fisik oleh organisasi ekstremis," kata para peneliti Microsoft.

Untuk memperkuat operasi mereka, para peretas Iran menggunakan akun Twitter dengan identitas palsu atau curian untuk mengkritik kartun Khamenei. Microsoft mengatakan, ada akun yang menyamar sebagai editor Charlie Hebdo dan seorang eksekutif teknologi juga mengunggah data yang bocor sebelum Twitter memblokirnya. 

Sebelumnya, Charlie Hebdo mengatakan, penerbitan karikatur Khamenei adalah bagian dari kampanye media yang bertujuan untuk mendukung protes anti-pemerintah di Iran. Perwakilan pemerintah Iran dan Prancis tidak segera menanggapi permintaan komentar atas dugaan peretasan itu.

Seorang petugas pers untuk Charlie Hebdo mengatakan, majalah tersebut tidak mengomentari masalah peretasan itu. Sementara Institut Riset Prancis di Iran mengatakan, mereka sedang mengevaluasi kembali aktivitas budaya Prancis di negara tersebut. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement