Rabu 08 Feb 2023 09:50 WIB

Selandia Baru Bantu Pulangkan Pilot Susi Air yang Disandera

Selandia Baru lakukan upaya diplomatik untuk pulangkan pilot Susi Air yang disandera

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Pesawat Susi Air dibakar KST Papua di Lapangan Terbang Paro, Kabupaten Nduga, Papua, Selasa (7/2/2023)..
Foto: Istimewa
Pesawat Susi Air dibakar KST Papua di Lapangan Terbang Paro, Kabupaten Nduga, Papua, Selasa (7/2/2023)..

REPUBLIKA.CO.ID, WELLING -- Pilot Susi Air yang disandera kelompok separatis di Papua merupakan warga Selandia Baru. Philips Max Marthin disandera saat pesawatnya diserbu dan dibakar di Nduga. The Sydney Morning Herald melaporkan media Selandia Baru, Stuff menulis nama pilot itu sebagai  Philip Mark Mehrtens.

Dikutip dari The Sydney Morning Herald, Rabu (8/2/2023) upaya diplomatik untuk membantu memulangkan Mehrtens yang berasal dari Christchurch sedang dilakukan. Pihak berwenang Indonesia juga sudah mengatakan memburu kelompok yang menyandera Mehrtens.

Baca Juga

Mantan rekan pilotnya mengatakan Mehrtens bekerja untuk Susi Air, perusahaan pertama tempatnya bekerja setelah lulus sekolah penerbangan sebelum pulang ke Selandia Baru pada tahun 2016. Pilot itu mengatakan Mehrtens bekerja di luar negeri selama delapan tahun dan menikah pada tahun 2012 sebelum pindah ke Auckland bersama istri dan putranya untuk bekerja di Jetstar Airways.

Tiga tahun kemudian Mehrtens dan keluarganya pindah ke Hong Kong. Di sana ia terbang bersama Cathay Dragon, anak perusahaan Cathay Pacific. Tapi perusahaan itu menghentikan operasinya pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19.

Ia kemudian kembali ke Susi Air, terbang di "jalur berbahaya" yang menggunakan landasan di kaki bukit.

"Ini menunjukkan betapa sayang ia pada keluarganya, membahayakan dirinya untuk mencari uang demi menafkahi keluarganya," kata rekan pilotnya tersebut.

"Phil pria yang sangat baik, ia tulus, tidak pernah ada yang berkata buruk tentangnya," tambah pilot itu.

Perdana Menteri Selandia Baru Chris Hipkins mengatakan ia mengetahui situasi Mehrtens. Ia menambahkan Kedutaan Besar Selandia Baru di Indonesia sedang memecahkan masalah ini.

"Mereka belum memberikan pengarahan penuh pada saya apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka lakukan, tapi saya mengetahui mereka sedang mengerjakan kasus ini," katanya pada Morning Report, RNZ.

Juru bicara kelompok separatis Sebby Sambom mengatakan penyerangan dan pembakaran pesawat kecil bagian dari upaya kelompoknya untuk meraih kemerdekaan. Ia meminta semua penerbangan ke Nduga dihentikan.

"Kami sudah menyandera pilot dan mengeluarkannya, kami tidak akan pernah membebaskan pilot yang kami jadikan sandera kecuali Indonesia mengakui dan membebaskan Papua dari kolonialisme," katanya.

Sambom mengatakan Mehrtens masih hidup tapi ia tidak mengungkapkan lokasinya. Lima orang penumpang termasuk seorang anak kecil dibebaskan karena mereka orang asli Papua. Sambom mengatakan pilot yang merupakan warga Selandia Baru disandera karena Selandia Baru, bersama Australia dan Amerika Serikat memiliki kerja sama militer dengan Indonesia.

"Selandia Baru, Australia dan Amerika Serikat harus bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan, membantu militer Indonesia membunuh dan menggelar genosida terhadap warga asli Papua selama 60 tahun terakhir," kata Sambom.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement