DENPASAR--Pihak pembuat film dokumenter mengenai kehidupan gigolo di Bali, 'Cowboys in Paradise', menyesalkan razia yang dilakukan oleh Satgas Pantai Kuta Bali terhadap orang-orang yang diduga sebagai gigolo di Pantai Kuta.
Dalam situs resminya, Selasa (27/4), mereka menyatakan sangat terkejut dengan operasi razia itu dan menambahkan hal tersebut berlawanan dengan tujuan pembuatan film.
Di tengah kontroversi akibat kemarahan masyarakat Bali atas munculnya film 'Cowboys in Paradise', Satgas Pantai Kuta Bali, Senin (26/4), melakukan razia di Pantai Kuta dan menangkap 28 laki-laki yang diduga menawarkan seks kepada wisatawan perempuan di Bali.
Film dokumenter 'Cowboys in Paradise' menceritakan kehidupan sejumlah laki-laki Bali yang berprofesi sebagai gigolo, keluarga mereka, dan pelanggan wanitanya.
Para laki-laki yang dijuluki 'Koboi Kuta' itu menawarkan seks dan hubungan romantis jangka pendek dengan imbalan hadiah dan uang dari wisatawan wanita asing.
Sutradara film dokumenter 'Cowboys in Paradise' yang berasal dari Singapura, Amit Virmani, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia menyesalkan razia terhadap para gigolo Bali.
"Film ini ini mengenai satu aspek kecil kehidupan di sebuah tempat tujuan wisata. Film ini tidak mengatakan sama sekali bahwa 'koboi-koboi' itu adalah satu-satunya atraksi wisata yang ditawarkan di Bali," kata Virmani seperti dikutip Reuters.
Razia gigolo
Peredaran film dokumenter itu di internet menimbulkan kemarahan di kalangan pemerintah dan masyarakat Bali yang khawatir citra Bali sebagai tempat wisata yang menawarkan kebudayaan yang unik, spiritualitas agama Hindu, pantai-pantai, dan pemandangan alam yang indah.
Dalam operasi razia, sebanyak 28 laki-laki ditangkap dan diinterogasi, kemudian diserahkan kepada lurah setempat.
Kepada BBC, Kepala Satgas Pantai Kuta Bali I Gusti Ngurah Tresna, yang bersama jajarannya melakukan razia terhadap orang-orang yang diduga sebagai gigolo di Pantai Kuta menyangkal razia ini dilakukan karena kemunculan film dokumenter 'Cowboys in Paradise' di internet.
"Kami selalu melakukan razia, sidak, untuk mengantisipasi orang-orang yang sering mangkal di pantai supaya lengkap identitasnya. Kemarin 28 orang itu tidak memiliki identitas seperti KTP dan sebagainya," kata Ngurah Tresna. Namun dia mengakui sulit untuk membuktikan mereka berada di situ untuk menjajakan seks.
"Mereka melanggar aturan, yaitu tidak memiliki identitas lengkap, hanya itu saja yang bisa kami lakukan. Memang sulit sekali kalau ada laki-laki yang ingin menjual jasa melalui seks ini dilakukan atas dasar suka sama suka, dan terus terang saja mereka bisa melakukannya di mana saja," tambahnya.
Ngurah Tresna mengatakan, operasi seperti itu rutin dilakukan di Pantai Kuta tetapi dengan adanya kemarahan masyarakat atas film ini, pihaknya lebih memberikan perhatian bagi pengawasan terhadap orang-orang yang berpotensi mengganggu kenyamanan di pantai.
Sementara sutradara film 'Cowboys in Paradise' Amit Virmani mengaku khawatir setelah dilakukan serangkaian razia setelah kemunculan filmnya. "Saya khawatir akan keselamatan orang-orang yang berpartisipasi dalam film saya dan para laki-laki yang berada di pantai," tegasnya.