REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Pemilu Inggris tahun ini mencatat banyak nama Muslim. Salah satunya adalah Sayeeda Hussain Warsi. Bahkan, perempuan 39 tahun ini sempat disebut-sebut dalam kabinet bayangan David Cameron saat tokoh Partai Konservatif ini diramal bakal menduduki kursi perdana menteri.
Kini setelah Cameron resmi dilantik menjadi PM Inggris menggantikan Gordon Brown, namanya kembali hangat diperbincangkan. Dia menjadi Muslimah pertama yang duduk dalam jajaran petinggi partai. Warsi memimpin Partai Korservatif yang ditinggalkan Cameron dan Eric Pickles yang menjadi menteri Komunitas. Dia menjadi bagian dari Shadow Cabinet bentukan Cameron.
Siapakah wanita yang biasa disapa Sayeeda Warsi atau Baroness Warsi itu?
Warsi yang lahir di Dewsbury pada tanggal 28 Maret 1971 adalah seorang politikus Inggris dari Partai Konservatif dan pengacara. Pemilihan Umum Inggris 2010mengantarkannya menjadi Ketua Partai Konservatif. Sebelumnya, dia adalah tangan kanan Cameron, menjadi wakil ketua partai.
Sayeeda Warsi telah aktif secara politik dari hari-hari awal dia kuliah dan kemudian berperan penting dalam peluncuran Operation Black Vote di West Yorkshire pada tahun 1996 dan menjadi anggota legislatif dalam Pemilihan Umum 2005.
Sayeeda Warsi dididik di Birkdale High School dan Dewsbury College, dan di University of Leeds di mana dia belajar hukum. Dia kemudian masuk York College of Law untuk menyelesaikan program praktik hukum dan kemudian bergabung dengan departemen Imigrasi.
Setelah memenuhi syarat sebagai Jaksa, Sayeeda Warsi bekerja untuk John Whitfield, anggota parlemen Partai Konservatif untuk Dewsbury dan di Whitfield Hallam Goodall Solicitors. Sayeeda Warsi kemudian mendirikan kantor pengacara sendiri, George Warsi Solicitors, di Dewsbury.
Sayeeda Warsi selalu memiliki minat dalam isu-isu keadilan rasial. Selama bertahun-tahun ia adalah anggota eksekutif Kirklees Racial Equalities Councild. Dia juga merupakan anggota Joseph Rowntree Charitable Trust’s Racial Justice Committee dan selalu mewakili lembaga ini dalam setiap konferensi.
Dia telah menjadi pembicara untuk isu-isu beragam seperti perkawinan paksa, kondisi penjara, hingga isu-isu jaringan bisnis nasional. Warsi telah bekerja di luar negeri pada sebuah proyek penelitian tentang pernikahan paksa untuk Departemen Hukum di Pakistan dan untuk amal pemberdayaan perempuan, Yayasan Savayra.
Saat kampanye pemilu beberapa waktu lalu, dia sempat berpolemik dengan sesama anggota parlemen berlatar belakang Islam. Pasalnya, dia menuding para calon anggota parlemen dari kalangan Muslim saat ini sangat miskin prinsip dan bekal moral yang dangkal. "Saya rindu tokoh Muslim yang cerdas," ujarnya. Lontaran inilah yang menuai kritik dari kalangan pemilih Muslim.
Namun bukan Warsi kalau tak pandai berargumen. Modal itu pula yang mengantarkannya pada jabatan bergengsi kali ini: pimpinan partai pemenang pemilu.