REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sebagai pekerja media, Wisnu Pramudya atau akrab dipanggil Dzikrullah ini tahu betul di balik keistimewaan jurnalis terdapat risiko yang harus diterima. Namun, Dzikrullah bukanlah sosok yang takut atau bahkan pengecut. Ia adalah sosok pejuang yang bercita-cita syahid dengan jalannya sendiri. Syahid yang bersumber pada loyalitas pekerjaan dan profesionalitas.
Maklum, meski sebagian jurnalis identik dengan pribadi Muslim yang 'ngelantur' seperti shalat setahun sekali, batal puasa 'terpaksa' dan lainnya tetapi tidak bagi Dzikrullah. Baginya, menjalankan kewajiban sebagai seorang Muslim bukanlah beban melainkan pekerjaan profesional yang dijalankan penuh tanggung jawab.
"Ia merupakan sosok gambaran ideal anak muda, pintar dan shaleh," komentar sahabatnya, Pakar Ekonomi Islam, Muhaimin Iqbal kepada Republika Online, Selasa Malam. Menurutnya, Dzikrullah merupakan sosok yang begitu sederhana. Aktivitas sosialnya begitu besar, bahkan keseringan ia kerap mementingkan orang lain ketimbang dirinya sendiri. "Ia pantas menjadi panutan pemuda Indonesia," ujarnya.
Ilmu yang ia dapat semenjak aktif mengaji dan selalu khatam membaca Alquran menjadikan Dzikrullah pandai berbahasa arab. Belum lagi kemampuan bahasa Inggris yang ia dapat ketika sekolah. Semakin lengkap pula, bekal Dzikrullah menjelajahi dunia. Hal itu pula yang mengantarkan sebagai seorang jurnalis. "Saya salut sama dia, dia membuat orang lain merasa malu lantaran semakin terlihat kekurangan seseorang ketika berbicara dengannya. Saya pun ikutan malu karena dia," kenang Iqbal.
Kendati profesinya sebagai seorang jurnalis menyita waktu, saat ia kembali ke Indonesia, usai menjalankan tugas di Damaskus, Syiria, ia selalu sempatkan diri membantu sang ayah guna mengurusi Yayasan Anak Yatim Piatu, Putra Mulia di Rawamangun, Jakarta Timur. Bagi Dzikrullah, anak yatim piatu merupakan titipan yang maha kuasa. Karena itu, ia selalu menyempatkan diri untuk datang, menghibur dan mendidik anak-anak.
Cita-cita Syahid
Tragedi kemanusian di Palestina memukul nurani Dzikrullah. "Bukan Palestina yang membutuhkan kita tetapi kita yang membutuhkan Palestina. Kita harus banyak belajar dengan warga Palestina. Mereka hidup serba kesusahan tetapi tetap tegar dan tabah," Kenang Iqbal menirukan perkataan sahabatnya.
Diakui Iqbal, di antara sekian banyak orang yang masuk dalam jajaran calon relawan menuju Palestina, bisa dibilang, Dzikrullah merupakan sosok yang paling siap. Ia begitu bersungguh-sunggu ingin menjadi bagian dari perjuangan rakyat Palestina untuk membebaskan diri dari kukungan Israel. "Jika Palestina merupakan saudara kita, tentu adalah kewajiban kita untuk membantu mereka," kata Iqbal saat mendengarkan perkataan sahabatnya.
Iqbal menuturkan, ada dua tujuan yang ingin dicapai Dzikrullah. Pertama, ia menginginkan mata dunia tertuju Palestina. Mata yang dinilainya kian langka dan semakin langka setiap tahunnya.
Kedua, ia berharap bisa memberikan bantuan secara langsung tanpa perantara. Karena menurutnya, dari situ ia tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan seseorang ketika berniat membantunya. "Ia begitu bergembira, ketika menjadi bagian dari relawan. Cita-cita syahid merupakan bekal dirinya menuju ke Gaza," ujar Iqbal.