REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA--Secara keseluruhan, 466 aktivis, termasuk lebih dari 50 orang asing, tiba di Istanbul hari Kamis pagi, bersama dengan Duta Besar Turki untuk Israel, Oguz Celikkol. Sembuilan aktifis yang meninggal dunia telah dimakamkan.
"Kami pertama-tama mengira mereka berusaha menakut-nakuti kami," kata Bülent Yildirim, ketua kelompok amal Islam IHH, yang mengorganisir armada Gaza, menceritakan serangan Israel atas kapal mereka. "Ketika kami memulai doa pagi, mereka mulai menyerang dari mana-mana, dari perahu, dari helikopter."
Para aktivis berjuang melawan pasukan Israel dengan kursi-kursi dan tongkat dan menyita senjata dari beberapa tentara Israel dan melemparkannya ke dalam laut.
Israel mengatakan dua dari tujuh tentara mengalami luka tempak dan tiga mengalami luka tusuk. Laporan Israel menyatakan mereka menemukan senjata di kapal.
"Ya kami punya pisau dapur, karena kami berada di sana selama beberapa hari dan perlu memasak makanan," kata Sarah Colborne, dari Kampanye Solidaritas Palestina, setelah kembali ke London.
Hal yang sama diakui novelis Swedia, Henning Mankell yang juga berada di kapal itu. "Setelah memeriksa kapal, seorang tentara datang kembali dan berkata 'kami telah menemukan senjata,' dan kemudian mereka menunjukkan pisau cukur," katanya kepada wartawan di Berlin.
Aktivis lain, Mattias Gardell dari Swedia menuduh Israel memprovokasi para aktivis. "Israel mulai menembak pertama," kata Gardell sekembalinya ke Stockholm. "Kami tidak punya senjata, Israel memiliki senjata."
Dia mengatakan para aktivis bisa menggunakan senjata melawan Israel "tapi kami memilih untuk membuang mereka di dalam air."
Ribuan pelayat mengantar aktivis yang wafat dalam misi kemanusiaan Gaza ke peristirahan terakhirnya. Suara takbir bersahut-sahutan, dan umat agama lain berdoa dengan keyakinan mereka. Tampak dalam iring-iringan itu Ahmet Dogan, ayah Furkan Dogan, aktivis termuda yang turut menjadi korban.
Furkan Dogan, 19 tahun, siswa sebuah SMA, turut dibantai dalam insiden itu. Furkan diketahui berkewarganegaraan ganda, Turki dan Amerika Serikat. Dia lahir di Troy, New York dan ketika usia 2 tahun, ia ikut orang tuanya berpindah ke Turki. "Semoga saya menjadi ayah yang layak baginya. Saya bangga dengan kepergiannya. Dia diberkati di surga," ujarnya.
Dogan mengatakan kepada kantor berita Anatolia dia mengidentifikasi anak laki-laki di kamar mayat, setelah menyadari anaknya tak ada dalam barisan aktivis yang selamat. Furkan mengalami luka tembak di dahi. Ia menuturkan, keluarga tidak sedih karena mereka percaya Furkan meninggal secara terhormat dan syahid.