Senin 07 Jun 2010 03:49 WIB

Minim Suara Perempuan di IIFSO

Rep: C26/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,AKARTA – Suara perempuan di Sidang Umum International Islamic Federations of Students Organization (IIFSO) ternyata tak semeriah banyaknya peserta yang hadir. Sebab perwakilan perempuan dalam acara tersebut hanya sekitar 10 persen atau sebanyak Sembilan orang dari ratusan orang yang hadir.

Bahkan, dari sekitar perwakilan 60 negara, yang mewakilkan perempuan hanya empat negara, yakni India sebanyak 1 orang, Uni Emirat Arab sebanyak 2 orang, Malaysia sebanyak 3 orang, dan Indonesia sendiri sebanyak 3 orang. Sementara dari negara-negara lainnya tidak mengirimkan delegasi.

Meski demikian, panitia membantah jika dalam acara tersebut dianggap adanya batasan terhadap jenis kelamin. Menurut panitia, sidang IIFSO tersebut tidak hanya untuk lelaki saja, tetapi juga perempuan. “Kemarin waktu undangan tidak ada batasan. Umum kok,” kata Dewi, salah satu panitia yang menangani daftar hadir, di ruang sidang, Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Ahad (6/6).

Dewi juga membantah jika sedikitnya perwakilan perempuan di pentas organisasi internasional itu sebagai bentuk rasa malas. Kaum hawa, kata Dewi, juga punya nyali untuk memperjuangkan hak-hak orang Islam. “Nggak juga kalau semangat perempuan dikatakan rendah,” bantahnya.

Bantahan serupa juga diungkapkan, Alaa Atsiddiq, peserta asal Uni Emirat Arab. Menurutnya, sedikitnya perempuan yang hadir dalam acara yang digelar 4-7 tersebut bukan karena semangat perempuan yang rendah. Dia mencontohkan dirinya dan perempuan-perempuan di sebelahnya yang tetap semangat. Apalagi kata dia, di tengah hiruk pikuk masalah Palestina.

Sedikitnya perempuan yang hadir itu, diprediksi Alaa, karena perempuan itu cenderung tidak percaya diri. Pemuda muslimah, lanjutnya, selalu merasa takut. Padahal, jika dicoba sebenarnya, mereka juga bisa. “Tidak confident saja karena tidak mau mencoba,” kata Alaa menegaskan.

Selain itu, perempuan bercadar hitam ini mengungkapkan kemungkinan adanya aktivitas lain kaum perempuan. “Mungkin mereka juga sibuk,” lanjutnya.

Dia sendiri, sejak hari pertama sidang dimulai selalu tampil kritis. Kondisi kaum sejenisnya yang sedikit tidak memengaruhi antusiasmenya untuk terlibat secara aktif dalam sidang umum tersebut. Bahkan, sesekali ia mengkritisi, memberikan interupsi dan opsi-opsi yang tak kalah bermutunya dari opsi kaum Adam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement