REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV--Bukti kebiadaban Israel seakan tiada habisnya. Kini Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Israel, menuntut dilaksanakannya penyelidikan terhadp insiden yang mengakibatkan seorang warga AS kehilangan sebelah matanya di dekat pos pemeriksaan Qalandiyah, setelah terkena granat gas air mata.
Emily Henochowicz merupakan mahasiswi seni di New York yang datang ke Israel sekitar enam minggu yang lalu untuk menjalani pertukaran siswa di Bazalel Academy of Art and Design di Jerusalem. Wanita berusia 21 tahun itu memang beberapa kali mengikuti aksi protes di Tepi Barat.
Pada Senin (1/6), setelah insiden pengambilalihan Mavi Marmara, Emily ikut sebuah aksi demonstrasi di pos pemeriksaan Qalandiyah bersama dengan puluhan demonstran lain.
Polisi perbatasan kemudian menembakkan granat berisi gas air mata untuk menghalau aksi tersebut. Malangya, salah satu granat tersebut mengenai wajah Emily.
Emily kemudian segera dibawa ke Hadassah University Hospitan, Ein Karem, untuk dilakukan operasi. Selain kehilangan mata sebelah kiri, Emily juga menderita retak pada wajahnya. Dia kemudian diterbangkan ke AS pada hari Sabtu malam (5/6) untuk perawatan selanjutnya.
Ayah dari Emily adalah seorang dokter yang berasal dari Israel, bahkan Emily juga masih memiliki kewarganegaraan Israel.
Kedubes AS di Israel terus berhubungan dengan keluarga Emily. Kantor berita Haaretz melaporkan, kedutaan menyampaikan permintaan agar Israel yang menyelidiki insiden tersebut.
Seorang aktivis asal Swedia, Soren Johanssen mengatakan, dia berdiri di dekat Emily ketika insiden itu terjadi. "Mereka melempar banyak tabung gas air mata ke arah kami untuk usaha suksesi dengan cepat. Salah satunya mendarat di sebelah Emily, kemudian yang ketiga mengenai wajahnya," ujarnya.
Namun, sebuah penyelidik internal dari polisi perbatasan mengindikasikan, proyektil gas air mata menabrak dinding kemudian mental ke arah Emily.
"Sebuah penyelidikan dilakukan oleh departemen pertahanan Israel atau Israel Defence Force (IDF) menunjukkan, pasukan beroperasi tanpa kesalahan dan sesuai prosedur. Tak ada maksud untuk menembak langsung pada insiden itu," pernyataan seorang juru bicara polisi perbatasan.
Sementara itu, sebuah pernyataan dari departemen luar negeri Israel mengatakan, insiden itu sudah dipahami. Kami tidak menerima permintaan resmi dari AS terhadap persoalan ini. Kami sangat terbuka dan terus berdialog mengenai insiden ini.
Pengacara Emily, Michael Sfard, Minggu (6/7) menuntut polisi wilayah Samaria dan Yahuda sebagai pihak yang berwenang untuk menyelidiki penggunaan senjata secara kriminal oleh polisi berbatasan di Tepi Barat, segera melakukan penyelidikan.
"Berdasarkan sebuah pengakuan yang saya terima, penembakan terjadi pada jarah dekat dengan target langsung. Jika hal itu benar, maka jelas hal itu sebagai tindakan kriminal yang harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pihak yang terlibat".
"Klien saya dan keluarganya telah memberi kuasa kepada saya untuk meminta penyelidikan penuh terhadap cedera yagn sebenarnya tak perlu terjadi, dan kami meminta penegak hukum untuk tetap menjalankan tugas mereka dengan sesuai," tulis Sfard dalam pernyataannya.