Rabu 09 Jun 2010 21:12 WIB

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (1)

Red: irf
Surya Fachrizal
Foto: sahabat alaqsha
Surya Fachrizal

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN--Subuh itu masih gelap, Senin, 31 Mei 2010, namun suasana kapal Mavi Marmara sungguh kalang-kabut dan mencekam. Helikopter komando Israel menderu-deru dengan angin yang sangat kencang. Granat suara berdentum di mana-mana. Gas air mata merebakkan asap. Senjata api otomatis berentetan mencari mangsa. Peluru-peluru berdenting menyiram dinding kapal. Kulihat seorang lelaki Turki berpelampung berusaha masuk ke pintu kabin dek 4. Jaraknya dari saya hanya sekitar 4 meter. Kami berada di teras kapal sebelah kiri.

Belum sampai ke pintu, tiba-tiba dia jatuh telentang, lalu memukul-mukulkan tangan kanannya ke lantai kayu seperti menahan sakit yang amat sangat. Karena tak ada yang menolongnya saya langsung mendatanginya. Belum sempat saya menyentuhnya, mendadak seperti ada besi martil menghantam perut saya yang sebelah kanan. Sakitnya luar biasa. Saya langsung jatuh terjerembab dalam posisi berbaring dan menindih kamera pinjaman, Canon EOS 400D semi-pro dengan lensanya cukup besar dan panjang. Saya sempat menyingkirkan benda itu agar bisa berbaring lebih leluasa, karena tiba-tiba nafas menjadi sangat susah.

Terasa ada yang memapah saya masuk ke lobi kecil dekat ruang wartawan. Lalu saya dibaringkan, sesudah itu kesadaran saya timbul tenggelam. Rasanya dingin sekali. Beberapa orang menjepretkan kamera ke arah saya. Kulihat Yasin, jurukamera TVOne, mendekat sambil merekam tapi ia lalu seperti tak tega, dan berhenti merekam. Pelampungku dilepas. Karena melihat nafasku tersengal-sengal seseorang memasangkan masker oksigen. Lumayan lega, tapi rasa sakit di perut makin menghebat, nyeri sekali.

Tak lama kemudian saya digotong turun ke lobi dek 3 yang lebih luas di depan ruang informasi. Bau anyir darah sangat tajam menusuk. Ruangan itu sudah penuh sesak oleh korban yang bergelimpangan dan orang-orang yang berusaha menolong.

Dibantu Mas Dzikrullah dan Abdillah, seorang dokter berkaos IHH, wajahnya seperti orang India, menggunting semua bajuku. Dia ingin memastikan letak luka sumber rasa sakitku. Lalu seorang dokter Malaysia berusaha memasang jarum infus di lenganku. Berkali-kali ditusuknya tanganku.

Akhirnya sesudah infus terpasang, saya digotong dan ditempatkan di salah satu kursi ruang makan yang jadi hall tempat tidur ratusan relawan laki-laki. Oksigen terpasang. Rasanya agak mendingan. Nafasku masih sesak, tapi rasa sakit di perut kanan sudah banyak berkurang. Mungkin ada yang menyuntikkan pain killer. Dr Arief dari MER-C sempat memeriksa luka dan menenangkan saya.

Saat itu saya lihat orang hilir mudik menolong para korban. Tadinya saya tidak tahu, tapi setelah mendengar ada yang membacakan surat Yasin, baru saya sadar, ada sesosok jenazah terbujur di lantai dekat ujung kaki saya. Sesekali orang mengerumuni dan mendoakannya. (bersambung)

 

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (2)

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (3)

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (4)

Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (5-habis)

sumber : shabat alaqsha/hidayatullah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement