REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Organisasi hak asasi manusia dan badan-badan pengungsi telah mengkritik proposal Inggris untuk mendeportasi anak Afganistan tanpa pendamping ke tanah air mereka. Mereka mengatakan langkah tersebut bisa membuat hidup beresiko. Ada sekitar 4.200 pencari suaka tanpa pendamping anak di Inggris, kebanyakan dari Afghanistan.
Menurut sebuah laporan yangditerbitkan pada bulan Maret, Badan Perbatasan Inggris berencana untuk membuat sebuah pusat reintegrasi di Kabul, ibukota Afghanistan, untuk memungkinkan anak pencari suaka yang tiba tanpa orang tua atau wali yang akan dikirim pulang.
Menurut ketentuan proposal tersebut, pusat itu akan memberikan bantuan reintegrasi di Afghanistan bagi sekitar 12 anak laki-laki berusia 16 dan 17, dan 120 orang dewasa, per bulan.
Sejumlah negara Eropa lainnya, termasuk Swedia, Denmark dan Belanda, juga berencana untuk kembali membuka pusat-pusat perawatan anak-anak di Afghanistan sementara Norwegia mengatakan akan membangun fasilitas serupa di Kabul. Kebijakan Uni Eropa mengatakan anak pencari suaka hanya bisa dideportasi jika pusat penerimaan diciptakan untuk merawat anak-anak bila keluarga tidak dapat ditemukan di negara asal.
'Pertanyaan serius'
Tapi Donna Covey, chief executive dari Refugee Council, mengatakan rencana tidak mengatakan mmpertimbangkan keselamatan jiwa anak-anak jika dikembalikan ke Afghanistan. "Itu benar-benar menimbulkan pertanyaan: jika mereka tidak punya keluarga kepada siapa mereka dapat kembali dengan selamat, haruskah mereka dikembalikan?"
Yusuf, seorang pencari suaka anak muda di Inggris, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ia takut penyiksaan jika ia kembali ke Afghanistan. "Kembali ke Afghanistan berarti mati atau dipenjara seperti dulu, dan saya akan disiksa oleh pemerintah," katanya.
Caroline Slocock, chief executive Refugee and Migrant Justice, mengatakan bahwa anak-anak sering mengalami perjalanan panjang dan berbahaya ke Inggris, dan mengirim mereka kembali ke Kabul hanya akan menempatkan "keselamatan dan kesejahteraan mereka lebih beresiko".
Human Rights Watch telah menantang keputusan tersebut, mengirimkan surat tertulis kepada pemerintah Norwegia awal tahun ini tentang apa jaminan prosedural itu akan memberikan kepastian pengembalian seorang anak adalah kepentingan terbaiknya.