REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL--Nurfitri Moeslim Taher, relawan MER-C, hampir tak percaya apa yang dilihatnya. Ratusan, mungkin ribuan, koper, tas, kardus-kardus, dan berbagai jenis barang milik relawan Gaza di kapal Mavi Marmara yang sepuluh hari yang lalu diserang, dibajak, dibunuh dan diculik Israel ke pelabuhan Ashdod, kini bertumpuk-tumpuk di sebuah gudang dekat pelabuhan Istanbul.
Beberapa gudang itu memang sudah lama disewa IHH. Di salah satu gudang itulah ditumpuk barang-barang para relawan. “Koper-koper kosong Mas, jangan harapkan ada laptop, handphone, atau kamera yang tersisa,” kata Nurfitri lewat telepon kepada Sahabat Al-Aqsha yang berada di Amman. Ada tripod alias penyangga kamera milik Yasin (TVOne) dan Hardjito (Aljazeera), tapi kameranya tidak ada. Puluhan tas laptop nampak berjejer, tapi isinya sudah tidak ada.
Laporan Nurfitri menguatkan pengakuan Jamal Al-Syayyal, wartawan Aljazeera, yang ketika diwawancara oleh rekannya mengaku menerima kopernya dalam keadaan kosong, kecuali sepotong celana jeans dan sepasang kaos kaki. “Padahal koper itu saya tinggalkan dalam keadaan terkunci rapi dan di dalamnya ada kamera, handphone, laptop dan lain-lain,” ujarnya.
Nurfitri juga menggambarkan bahwa barang-barang relawan itu semua dalam keadaan lengket. Dia menduga itu diakibatkan oleh air laut. Namun ia tidak melihat ada bekas-bekas darah di sebagian besar barang yang telah dilihatnya.
Relawan MER-C ini memang ditugaskan mewakili delegasi kemanusiaan Indonesia untuk Freedom Flotilla terbang ke Istanbul diantaranya untuk mengecek keberadaan barang seluruh anggota delegasi. Selain itu, Nurfitri juga diamanahi untuk melakukan konsolidasi dengan IHH (Insani Yardim Vakfi) sebagai kordinator kafilah kemanusiaan itu.
“Menurut Bulent Yildirim, Presiden IHH, kapal Mavi Marmara akan dikembalikan oleh Israel ke Istanbul, namun sampai sekarang jadualnya belum jelas,” tutur Nurfitri. Ia juga mendapat amanat untuk memastikan bahwa kedua belas anggota delegasi Indonesia, siap kapan saja IHH memberangkatkan misi kemanusiaan berikutnya, untuk ikut bergabung dan membawa bantuan. Hal yang sama sebenarnya telah ditegaskan oleh Santi Soekanto dari Sahabat Al-Aqsha bahkan sejak masih di penjara Israel.