REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI--Akibat reaksi keras dunia setelah serangan militer Israel terhadap relawan sipil Freedom Flotilla, srigala politik dan dedengkot Israel meresahkan masa depan gerakannya zionis yang menjajah Palestina. Apa kata mereka?
Sumber dekat presiden Israel menegaskan, Simon Perez belakangan merasakan keresahannya dan bahaya yang mengancam masa depan Israel karena menurunnya situasi politik dan kedudukannya di masyarakat internasional (Maarev, 15/6/2010). Perez meresahkan kemungkinan boikot spontan kepada Israel akan berubah menjadi boikot ekonomi secara sistematis. Perez disebut sangat resah akibat menurunnya posisi dan citra Israel di mata dunia internasional.
Jika srigala Israel sudah resah soal masa depannya, masalah ini sudah serius, bukan masalah konsumsi media semata. Kemarahan, kemurkaan, kecaman dan cap penjahat kepada Israel dan elitenya di dunia telah mengungkap citra Israel yang sebenarnya. Ia kini sudah kental dengan cap negara teroris, pembajak, rasis, dan pembantai. Israel dicap negara pembangkang hukum dan kesepakatan internasional dan kemanusiaan. Ini bukan dramatisasi tapi hakikat riil yang didukung data dan saksi-saksi.
Bahkan cap itu mengancam akan mencabut legalitas Israel sebagai 'negara'. Kini Israel berada dalam isolasi dan blokade dunia. Kolumnis Henry Sigman dosen program Timur Tengah di Fakultas Studi Ketimuran dan Afrika di Universitas London mengatakan, "Menyusul serangan berdarah pasukan Israel ke kapal bantuan ke Jalur Gaza, seorang teman sejawat di Israel mengontak saya dengan respons yang mengagetkan tanpa saya duga," kata dia.
Ia mengatakan dengan penuh emosional bahwa kecaman dunia yang deras kepada Israel menggambarkan hari-hari hitam di masa Hitler. Teman Israel itu menambahkan bahwa benar ada alasan bagi warga Israel dan yahudi secara umum untuk berpikir secara mendalam tentang masa kelam di masa Hitler pada saat ini.
PM Malaysia menyebut Israel sebagai kelompok mafia internasional dan meminta agar para pejabat Israel dan pelaku penyerang Freedom Flotilla diadili di dunia internasional. “Tindakan Israel seperti itu sangat niscaya sebab mereka mafia internasional di Israel menyadari didukung dan dilindungi oleh kekuatan dunia.”
Israel sendiri mengakui mereka merasa resah akibat serangan opini dunia setelah pembajakan kapal relawan kemanusiaan itu. Mereka menyadari sedang memasuki perang media yang merugikan Israel ketika harus membela diri memblokade Jalur Gaza sejak 2007.
Harian Christian Science Monitor Amerika menyatakan para pejabat Israel mengakui bahwa mereka merugi dalam perang ini. Sholomo Dror, juru bicara Departemen Pertahanan Israel menyatakan hal itu. “Kami yakin satu hal bahwa kita kalah perang di semua kasus di media,” ujar dia.
Analis Gideon Samet mengatakan dalam harian Israel Maarev bahwa Israel berdiri hari ini di salah satu persimpangan yang paling berbahaya sepanjang sejarahnya. Jenderal Shlomo Gazit di Ma'ariv juga menyatakan pertempuran itu adalah pertempuran untuk delegitimasi Israel.
Mengapa delegitimasi Israel terus terjadi? Analis Israel, Ben Casbit di harian Maarev menulis dengan judul 'Sederhanyanya, Israel Dibenci'. Di situ dia mengatakan bahwa orang tidak lagi mendengarkan Israel. "Teman-temannya menghilang atau masuk ke dalam tanah. Sementara pada pembenci makin banyak dan itu memberikan efek yang mendalam,” kata pengamat Israel, Bamahll Yoel Marcus dalam tulisannya di Ha'aretz.
Ia menegaskan, gambaran Israel sebagai penjajah telah berhasil membuat Palestina menyadarkan dunia. Dan Israel dengan blokadenya yang bodoh telah memperkuat citra negatif itu. “Yang meresahkan adalah kampanye dunia untuk delegitimasi Israel,” tegasnya. Jadi Israel rugi di sini setelah merugi dalam agresi Gaza di dunia internasional, hukum, dan moral.
Nawwaf Zourou, Kolumnis Palestina