REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO--Turki telah menutup kawasan udaranya untuk dilewati militer Israel, menyusul aksi protes serangan mematikan Israel terhadap armada kemanusiaan Gaza. Demikian dinyatakan Perdana Menteri Turki, seperti dilaporkan kantor berita Turki, Anatolia, Senin (28/6).
Recep Tayyip Erdogan mengatakan hal itu diharapan para wartawan di Toronto, sambil menambahkan Turki melakukan hal itu setelah serangan militer Israel terhadap kapal bantuan Gaza yang berasal dari Turki.
PM Turki yang berada di Kanada untuk menghadiri pertemuan G20 dari negara berkembang dan industri, tidak merinci lagi keterangannya.
Pada hari Minggu (27/6), Harian Israel Yediot Ahronoy melaporkan Turki menolak pendaratan pesawat yang menbawa perwira Israel menuju Auschwitz, Polandia. Akibat larangan itu, kunjungan lebih dari 100 perwira Israel batal terlaksana.
Pesawat yang berisi lebih dari 100 perwira itu diminta untuk mengambil rute memutar, ujar laporan tersebut.
Berdasarkan laporan itu, Badan Pertahanan Israel atau Israel Defense Force (IDF) menahan diri untu merespon secara resmi kejadian tersebut untuk menghindari semakin memburuknya hubungan kedua negara.
Sementara itu, pihak berwenang mengenai kawasan udara di Turki juga belum bisa dimintai komentar.
Juru bicara pemerintah Turki mengatakan hukuman larangan terbang bagi militer dan penerbangan komersial lain dari Israel tidak akan berpengaruh banyak. Pasalnya, tidak semua penerbangan dari Israel tidak diperbolehkan melalui zona udara Turki. Hingga kini, Perdana Menteri Israel belum juga berkomentar.
Sebanyak delapan warga Turki dan seorang warga Amerika Serikat keturunan Turki menjadi korban dari serangan militer Israel yang kemudian mengakibatkan kemarahan dunia internasional terhadap negara Yahudi tersebut.
Kapal bantuan itu tengah berlayar menuju Gaza yang berniat menembus blokade Israel yang diklaim sebagai usaha Israel untuk mencegah masuknya alat-alat militer ke tangan militan Gaza yang kini tengah menguasai kawasan tersebut.
Sebagai balasan atas perlakuan Israel, Turki segera memanggil duta besar mereka di Tel Aviv. Turki juga membatasi hubungan militer dengan Israel selama negara yahudi itu belum mengucapkan permintaan maaf secara resmi, mengembalikan kapal yang berisikan bantuan dan mengadakan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
"Hingga sekarang, kami telah bertindak sesuai yang diperlukan tanpa memandang hukum nasional ataupun internasional, dan kami akan terus melanjutkan hal itu," tulis kantor berita Anatolia meniru ucapan Erdogan sambil menambahkan, Turki akan memperbaiki hubungan dengan Israel bila negara itu memenuhi apa yang disyaratkan Turki.
Meskipun, Israel tetap bersikukuh bahwa serangan militer tersebut sebagai usaha untuk mempertahankan diri dari serangan para relawan. Namun, tetap menolak diadakan penyelidikan internasional yang diserukan oleh PBB dan negara Arab serta negara muslim lain.