REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW--Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, telah menandatangani dekrit pengampunan bagi empat mata-mata asing sehingga mereka dapat ditukar dengan 10 orang yang dituduh mata-mata Rusia di Amerika Serikat. Pernyataan Kremlin ini dilakukan oleh kantor berita Rusia, yang memberitakan Medvedev mengampuni warga Rusia Alexander Zaporozhsky, Gennady Vasilenko, Sergei Skripal, dan Igor Sutyagin.
Juru bicara Medvedev Natalia Timakova mengatakan dalam pernyataan bahwa keempat telah mengajukan permohonan grasi mereka mengakui kesalahannya. Departemen Luar Negeri Rusia juga mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa Foreign Intelligence Service Rusia dan CIA bertindak atas perintah dari 'para pimpinan negara' untuk melakukan penukaran 10 warga Rusia yang ditangkap di Amerika Serikat dengan tuduhan mata-mata dengan empat warga Rusia dihukum sebelumnya.
Dikatakan bahwa pertukaran dilakukan dalam konteks "keseluruhan perbaikan hubungan AS-Rusia dan memberi mereka dinamika baru." "Perjanjian itu memberikan alasan untuk percaya bahwa apa yang telah ditetapkan oleh pemimpin Rusia dan Amerika Serikat akan diimplementasikan dan upaya untuk menggagalkannya tak akan berhasil," ujar pernyataan dari Deplu Rusia.
Ke-10 agen Rusia kalaupun nantinya dibebaskan oleh Amerika Serikat tampaknya tidak akan disambut sebagai pahlawan di Rusia. Kremlin justru menganggap penangkapan itu sebagai "kejadian memalukan" dan menghindari kerusakan lebih lanjut dalam hubungan dengan Washington. Bahkan surat kabar independen dan komentator liberal di Rusia telah mengejek mereka adalah anggota jaringan mata-mata kacangan dan produk dari pelatihan intelijen tingkat rendah.
Aktivis HAM Rusia menyambut baik ide pertukaran itu. Salah seorang yang dicurigai mata-mata Barat, analis militer Igor Sutyagin, mengatakan bahwa informasi yang dia diberikan kepada sebuah perusahaan Inggris yang diklaim penyidik adalah CIA berasal dari sumber-sumber terbuka.
Keluarganya mengatakan kepada wartawan bahwa Sutyagin minggu ini mengatakan dia dipaksa menandatangani sebuah pengakuan, meskipun ia bersikeras tidak bersalah dan tidak ingin meninggalkan Rusia. Amnesty International memperingatkan bahwa kesepakatan atas bebasnya Sutyagin, yang mengharuskan dia untuk meninggalkan Rusia, merupakan bentuk pengasingan secara paksa, yang dilarang di bawah hukum internasional.